Ini Tanggapan ICW soal Somasi Moeldoko

JAKARTA - Kuasa hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) M Isnur menegaskan pihaknya telah menjawab somasi yang disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Jawaban tersebut dikirimkan melalui surat sejak Selasa, 3 Agustus lalu.

"Jadi jelas keliru kuasa hukum Moeldoko jika kemudian mengatakan belum menerima surat balasan dari ICW," kata Isnur dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Sabtu, 7 Agustus.

Dalam surat jawaban tersebut, kata Isnur, ICW menegaskan sejumlah hal. Pertama, terkait keterlibatan Moeldoko dalam distribusi obat Ivermectin yang berpotensi konflik kepentingan karena relasi bisnis anaknya dengan Wakil Presiden PT Harsen Laboratories, Sofia Koeswara.

"Tidak hanya itu beberapa pemberitaan juga menyebutkan Bapak Moeldoko sempat meminta kepada Sofia agar izin edar Ivermectin segera diproses. Padahal, pada waktu yang sama uji klinis atas obat Ivermectin belum diselesaikan," ungkapnya.

Masih pada poin yang sama, ICW juga menyebut adanya pendistribusian Ivermectin yang dilakukan oleh Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di mana Moeldoko duduk sebagai ketuanya. Kegiatan ini dilakukan di Jawa Tengah dengan menggandeng PT Harsen Laboratories dan berujung pada teguran dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Maka dari itu, wajar jika kemudian masyarakat mendesak adanya klarifikasi dari Moeldoko atas tindakannya terkait obat Ivermectin," ujar Isnur.

Kedua, ICW juga menjawab perihal ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. Menurut Isnur, ini adalah bentuk misinformasi yang sebenarnya sudah diluruskan melalui siaran pers yang ada di situs milik ICW.

"Merujuk pada siaran pers yang tertuang di website ICW, disebutkan bahwa HKTI bekerjasama dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa dalam hal mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti pelatihan tentang Nature Farming dan Teknologi Effective Microorganism," jelasnya.

Sehingga, tidak tepat jika Moeldoko menganggap hal ini sebagai pencemaran nama baik. "Sebab, mens reanya bukan mengarah pada tindakan sebagaimana yang dituduhkan dan itu dapat dibuktikan dengan siaran pers yang telah diunggah di website ICW," tegasnya.

Lebih lanjut, Isnur juga membantah jika kajian yang dilakukan ICW tersebut didasari motif politik. Alasannya, lembaga swadaya masyarakat itu memang kerap melakukan penelitian terkait praktik korupsi, termasuk korupsi politik.

Salah satu metode yang sering digunakan, sambungnya, adalah pemetaan relasi politik antara pejabat publik dengan pebisnis. Atas dasar pemetaan tersebut biasanya kerap ditemukan konflik kepentingan yang berujung pada praktik korupsi.

Lagipula, kajian semacam ini bukan kali pertama dikeluarkan oleh ICW selama masa pandemi dan hal ini dilakukan semata-mata untuk mengawasi roda pemerintahan.

"Maka dari itu, setiap ICW mengeluarkan kajian, salah satu desakannya juga menyasar kepada pejabat publik agar melakukan klarifikasi," ungkap Isnur.

Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan menyebut belum menerima surat balasan dari ICW. Hal ini disampaikannya dalam konferensi pers secara daring pada Kamis, 5 Agustus.

"Jadi kami katakan bahwa ini tidak benar. Karena kami tidak pernah menerima surat balasan dari Isnur atau ICW," kata Otto saat itu.

Moeldoko menuntut permintaan maaf dari ICW atas tudingan keterlibatan dirinya dengan PT Harsen Laboratories yang merupakan produsen obat Ivermectin. Selain itu, dia juga menuntut agar peneliti ICW Egi Primayogha menyampaikan bukti atas tudingan yang dianggapnya sebagai fitnah.