Sejumlah Penerapan Protokol Kesehatan di Pasar Tradisional yang Bisa Dicontoh

JAKARTA - Anggota tim komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro meminta masyarakat mengantisipasi penularan COVID-19 di pasar tradisional. Memasuki fase kenormalan baru, pasar tradisional akan dibuka lagi.

Reisa mengatakan, banyaknya orang yang datang, membuat pasar penuh sesak. Belum lagi, kebersihan yang sering luput serta standar sanitasi dan kebersihan yang belum ketat membuat pasar rentan jadi klaster baru penularan virus corona.

Reisa bilang, pasar-pasar di Indonesia, bisa menerapkan protokol pencegahan COVID-19 dengan cara yang berbeda-beda sesuai karakteristik wilayahnya.

"Beberapa pasar menjadi contoh penerapan adaptasi Kebiasaan Baru dengan mempraktekkan protokol kesehatan yang baik," kata Reisa di Graha BNPB, Jakarta Timur, Sabtu, 13 Juni.

Contoh pasar yang menerapkan protokol kesehatan yang bagus adalah Pasar Bukateja di Purbalingga Jawa Tengah. Di sana, pedagang saling membatasi lapaknya dengan partisi atau pembatas plastik. Para pedagang juga menggunakan masker dan pelindung wajah atau face shield.

Selain itu, pasar di DKI Jakarta akan menerapkan sistem ganjil-genap. Lapak pedagang yang terdaftar dengan nomor ganjil beroperasi di tanggal ganjil, sebaliknya dengan nomor genap.

Lalu, pasar Salatiga menerapkan jaga jarak aman antar pedagangnya sekitar 1 sampai 2 meter dan menggunakan halaman untuk memindahkan sebagian lapak pedagang. 

Selanjutnya, Pasar Bendo Trenggalek membatasi jarak antar kios dengan plastik transparan dan menjual menggunakan sarung tangan plastik atau face shield atau pelindung wajah itu tadi.

"Meski baru uji coba, langkah ini perlu dipuji dan diikuti," ungkap Reisa.

Dia menambahkan, seluruh pasar di Indonesia mesti menjalani protokol operasional di masa kebiasaan baru sesuai dengan Surat Edaran Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2020. 

Pertama, pedagang di pasar tradisional wajib menggunakan masker atau face shield dan sarung tangan selama beraktivitas. Hindari menyentuh wajah terutama mata hidung dan mulut ketika berdagang, serta mencuci tangan sesering mungkin.

Kedua, pedagang yang hanya boleh berjualan jika memiliki suhu tubuh dibawah 37,3 derajat celcius. Pemeriksaan suhu tubuh bagi para pedagang wajib dilakukan sebelum pasar dibuka.

"Orang dengan gangguan pernapasan seperti batuk atau flu sebaiknya jangan masuk ke pasar. Risikonya terlalu tinggi baik bagi penderita penyakit karena bisa berisiko menularkan dan tertular," tutur Reisa.

Anggota tim komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro (Foto: dokumentasi BNPB)

Ketiga, semua pedagang di pasar rakyat harus negatif COVID-19. Hal itu bisa dilakukan dengan membuktikan hasil pemeriksaan PCR atau rapid test. Pelaksanaan tes COVID-19 tersebut akan difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Keempat, perlu ada pembatasan pengunjung di pasar. Jumlah pengunjung di pasar dibatasi maksimal 30 persen dari jumlah pengunjung pada saat tidak pandemi. Pengelola Pasar harus mengawasi pergerakan pengunjung di pintu masuk dan pintu keluar pasar guna mencegah terjadinya kerumunan pembeli.

"Para penjual juga harus membatasi jarak dengan pembeli minimal satu setengah meter tiap kios paling tidak dikunjungi 5 orang saja," katanya.

Kelima, pengelola pasar diimbau menjaga kebersihan dengan menyemprot desinfektan secara berkala setiap 2 hari sekali. Selain itu pengelola wajib menyediakan tempat cuci tangan sabun, atau minimal hand sanitizer di area pasar dan Toko swalayan, maka pengunjung yang akan masuk ke pasar diwajibkan untuk mencuci tangan terlebih dahulu.

Keenam, para pedagang juga harus mengoptimalkan ruang berjualan di tempat terbuka atau di tempat parkir dengan physical distancing, jarak antar pedagang sekitar satu setengah sampai dengan 2 meter. 

"Diharapkan kerja sama semua pihak. Apabila ada pedagang yang tidak mematuhi peraturan tersebut, pihak pengelola pasar dapat memberikan teguran atau bahkan sanksi," tutup Reisa.