Peneliti Vaksin AstraZeneca di Oxford Sebut Penurunan Efektivitas Vaksin COVID Sebatas Uji Laboratorium

JAKARTA - Peneliti muda Indonesia Indra Rudiansyah mengatakan laporan terkait penurunan efektivitas vaksin COVID-19 terhadap varian virus SARS-CoV-2 tertentu baru sebatas penelitian di laboratorium.

"Apa yang dilakukan di laboratorium itu hanya menangkap sebagian kecil fenomena yang ada di dalam tubuh," kata peneliti alumni ITB secara virtual dikutip dari Antara, Kamis, 29 Juli.

Mahasiswa Oxford University yang menjadi bagian tim peneliti uji klinis vaksin AstraZeneca di Oxford itu menambahkan, para ilmuwan masih menerka apa saja proses pembentuk imunitas di dalam tubuh manusia setelah vaksinasi.

"Kita tahu, dalam tubuh manusia itu banyak komponen berperan penting. Kalau ada yang menganggap adanya varian baru akan menurunkan efektivitas vaksin, karena kita lakukan studi itu di dalam laboratorium, tapi di dalam tubuh banyak hal yang berpengaruh pada proses pembentukan kekebalan," katanya.

Ia mengatakan publikasi seputar penurunan efektivitas vaksin dari beberapa jurnal ilmiah merupakan studi di laboratorium. Namun pendapat pakar secara umum menyebutkan bahwa vaksin masih tetap efektif membentuk kekebalan tubuh seseorang dari risiko kesakitan maupun kematian.

"Tapi memang ada sedikit penurunan kemampuan menetralisasi virus sekian persen, misalnya varian Delta lebih berakibat pada AstraZeneca dan beberapa vaksin lainnya, tapi semua vaksin masih efektif," kata Indra. 

Vaksin terbaik adalah vaksin yang tersedia saat ini karena merupakan solusi untuk mencapai kekebalan komunal sehingga masyarakat diimbau untuk tidak pilih-pilih jenis vaksin. 

"Upaya lain mencapai kekebalan komunal bisa melalui infeksi natural. Kita biarkan saja terinfeksi SARS-CoV-2, kemudian sakit dan sembuh lalu miliki kekebalan alami," katanya.

Namun pilihan itu, kata Indra, sangat berisiko kematian bagi populasi rentan yang terinfeksi virus. "Korban jiwa untuk infeksi natural ini lebih banyak," katanya.

Namun dengan vaksinasi dapat memberikan pengenalan tubuh kepada virus lebih awal. "Orang di sekitar yang sudah miliki kekebalan sehingga virus tidak punya inang dan hilang dari muka bumi," kata Indra Rudiansyah.

Narasumber lain yang dihadirkan pada kegiatan tersebut adalah dr Ursula Penny Putrikrisilia, dokter sekaligus Direktur Rumah Sakit Harapan Sehat, Bumiayu, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Ia membahas mengapa seseorang harus divaksin, karena imunisasi adalah upaya paling efektif untuk memberikan kekebalan yang paling spesifik.

Disampaikannya bahwa yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah proteinnya, guna membentuk kekebalan tubuh atau memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. "Saat vaksin dimasuki, tubuh kita diajari untuk menangani dan melawan virus yang akan masuk nantinya," katanya.

Ia memberi contoh banyak penyakit yang musnah di muka bumi karena adanya vaksinasi. Contohnya cacar air, di mana kalau tidak ada vaksinasi, seseorang bisa terkena berkali-kali dan membahayakan. Sedangkan setelah ada vaksin, seseorang bahkan sampai meninggal bisa tidak terkena cacar

Yang penting dari vaksinasi, kata dia, adalah bukan hanya untuk tubuh sendiri, tapi untuk orang lain.  Vaksin yang sudah masuk ke dalam tubuh seseorang mengunci virus dalam tubuh agar virus tidak bermanuver atau bermutasi dan menularkan ke orang lain.

"Sehingga vaksinasi perlu dipercepat agar cepat mencapai 'herd immunity'," demikian Ursula Penny Putrikrisilia.