Menko Luhut Sebut Kerugian Negara Akibat Banjir Rob Ditaksir Lebih dari Rp1.000 Triliun
JAKARTA - Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, menyebutkan potensi kerugian negara akibat banjir rob ditaksir lebih dari Rp1.000 triliun. Lantaran krisis perubahan iklim yang terjadi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Luhut mencatat sekitar 112 kabupaten/kota yang tersebar di pesisir pantai timur Sumatera, pesisir pantai barat Sumatera, pesisir pantura, pesisir Kalimantan, sebagian pesisir Sulawesi dan Papua teridentifikasi mengalami banjir rob. Karenanya, perlu dibuat anggaran membuat tanggul laut, peninggian infrastruktur dan bangunan pesisir, serta biaya relokasi.
"Potensi kerugian akibat banjir rob ditaksir melebihi Rp1000 triliun, biaya tersebut harus dikeluarkan untuk membuat tanggul pantai laut, peninggian infrastruktur, dan bangunan pesisir, hinga biaya relokasi," ujar Luhut dalam Rakorbangnas BMKG yang disiarkan secara virtual, Kamis, 29 Juli.
Selama 5 tahun terakhir, jelas Luhut, pemerintah telah bergerak cepat mengalokasikan anggaran untuk perubahan iklim. Rata-rata pengeluaran mencapai Rp86,7 triliun per tahun. Sekitar 76,5 persen dari angka tersebut digunakan untuk aksi mitigasi dan lintas sektor, sedangkan 23,5 persen untuk adaptasi.
"Pengeluaran pemerintah untuk perubahan iklim mencakup 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan iklim per tahun. Indonesia juga secara konsisten melakukan 4,1 persen untuk aksi perubahan iklim," jelasnya.
Baca juga:
- Kata Luhut, TKA China yang Masuk ke Indonesia 'Cuma' 3.500 Orang, Faisal Basri: Padahal Bisa 1.000 Orang per Bulan
- Ratas Bersama Jokowi, Menteri LHK Sampaikan Limbah Medis Berbahaya per 27 Juli Capai 18.460 Ton
- Data Nasabah BRI Life Bocor, DPR Ingatkan Lagi Pengesahan RUU PDP
- Vonis Juliari Jauh dari Ancaman Maksimal, Febri Diansyah: 11 Tahun Tak Bisa Obati Penderitaan Korban Korupsi Bansos
Kendati demikian, kata Luhut, pemerintah tengah mendorong pengembangan skema baru dalam mendukung pembiayaan perubahan iklim. Seperti, mengeluarkan green sukuk atau sukuk hijau, yang merupakan Surat Berharga Negara (SBN) syariah pertama di dunia yang mengedepankan konsep program pembiayaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan.
"Saat ini pemerintah telah berhasil mendorong pengembangan skema baru dan mendukung pendanaan pembiayaan perubahan iklim, misalnya dengan green sukuk atau untuk menarik investasi swasta dan proyek infrastruktur yang berdampak pada perubahan iklim dan green financing serta platform SDG Indonesia One," kata Luhut.