Aksi Black Lives Matter di Prancis Lebih Damai Setelah Negara Setuju Reformasi Kepolisian
JAKARTA - Aksi solidaritas "Black Lives Matter" masih berlangsung di berbagai belahan dunia. Hari ini, hal menarik terlihat dari aksi di Prancis. Pengunjuk rasa lebih tenang. Aksi mereka lebih damai setelah negara menyatakan segera mereformasi lembaga kepolisian.
Sebelumnya, Perdana Menteri Eduouard Philippe mengakui pemerintahnya kerap gagal memenuhi prinsip kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan. Pernyataan Philippe berdampak pada demonstran.
Apalagi, Kementerian Dalam Negeri Prancis juga berjanji mereformasi lembaga kepolisian. Bukan cuma janji. Mereka juga merinci langkah apa saja yang akan dilakukan sebagai perwujudan reformasi.
Pemerintah menyatakan, langkah utama adalah meniadakan prosedur penangkapan kekang leher yang berisiko. Prosedur pengekangan ini segera dihapus dari kurikulum sekolah-sekolah polisi di Prancis.
Selain itu, tiap polisi yang bertugas akan dibekali oleh kamera tubuh. Prosedur ini dilakukan guna meningkatkan rasa aman dan kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian, di samping mengontrol tindak-tanduk polisi di lapangan juga, pastinya.
Dilansir Reuters, dalam aksinya, para pengunjuk rasa terlihat menundukkan kepala sembari mengangkat kepalan tangan terhadap tanda penghormatan, duka, sekaligus perlawanan terhadap rasisme dan kebrutalan polisi.
Baca juga:
“Kami di sini untuk memerangi kekerasan polisi, melawan semua rasisme yang telah terjadi selama beberapa generasi. Kami tidak bisa terus seperti ini. Ini harus dihukum,” kata seorang pengunjuk rasa, Kathleen Mergirie.
Hal lain masih sama. Pengunjuk rasa masih membawa spanduk dan poster-poster bertuliskan: Hentikan kekerasan polisi atau hentikan rasisme. Sejumlah demonstran juga membawa poster bertulis "Aku tak bisa bernapas."
Unjuk rasa damai ini terlihat di sejumlah kota, seperti Paris dan Nantes. Pemerintah Prancis sejauh ini masih menyatakan dukungan terhadap aksi solidaritas yang dilakukan warganya.