Viral Air Keran Dites di Alat Swab Antigen Hasilnya Positif, Ini Penjelasan Ilmiahnya
JAKARTA - Belakangan tersebar video di media sosial mengenai percobaan air keran dites pada alat swab antigen dan menunjukkan hasil positif.
Juru Bicara COVID-19 dari Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi memberikan penjelasan ilmiah. Menurutnya, semua alat tes swab antigen yang mendapatkan izin edar resmi di Indonesia pasti melewati uji validasi dari balitbangkes dan dire-evaluasi tiap 3 bulan.
Sesuai persyaratan WHO, alat swab antigen yang direkomendasikan adalah yang memiliki sensitivitas 80 persen atau lebih dan spesifitas 97 persen atau lebih. Pada video yang beredar di media sosial, tidak jelas alat yang digunakan.
“Jika benar alat swab antigen apakah memang alat tersebut termasuk merk yang sudah mendapatkan izin edar resmi dari pemerintah,” kata Siti Nadia kepada VOI, Senin, 26 Juli.
Dia menjelaskan, kit pemeriksaan swab antigen didesain untuk memeriksa antigen virus SARS CoV2 dari spesimen swab nasofaring.
Lateral flow kit yang ada di dalamnya menurut Nadia didesain sangat kompleks dan sensitif hanya untuk mendeteksi antigen protein virus SARS CoV2. Kertas deteksinya yang berupa membran nitroselulosa sangat rapuh dan bila sampel yang dimasukkan bukan hasil swab nasofaring, membran akan rusak, hasil bisa positif (palsu).
Baca juga:
- Keluarga Akidi Tio Sumbang Uang Rp2 Triliun untuk Penanganan COVID-19 di Sumsel
- Menkes BGS: Kebutuhan Obat Penanganan COVID-19 Melonjak 12 Kali Lipat Sejak Juni
- Banyak Warga Belum Terima Bansos, Mensos Risma 'Lempar' ke Daerah
- Ke MUI, Wapres Ma'ruf Minta Jaga Indonesia dari Kelompok yang Manfaatkan COVID-19 Kobarkan Distrust ke Pemerintah
Percobaan menggunakan air keran ini pernah dilakukan juga pada alat rapid test malaria yang memiliki konsep kerja lateral flow kit juga, yang seharusnya sampelnya adalah darah. Didapatkan hasil positif palsu juga karena pemeriksaan dengan alat ini seharusnya menggunakan larutan penyangga (buffer) dengan pH tertentu, dan bila digantikan dengan air keran, ada perbedaan pH dan ion sehingga hasilnya bisa salah.
“Jadi, melakukan pemeriksaan yang tidak sesuai instruksi pemeriksaan tentunya hasilnya akan salah dan interpretasi hasil yang dilakukan bukan oleh ahlinya juga akan salah. Karena alatnya menjadi rusak, hasil yang terkesan positif tersebut tidak bisa diartikan positif sesungguhnya, itu yang dinamakan positif palsu,” papar Nadia.