Pelanggar Prokes DKI Kena Pidana Dinilai Pengalihan Pemerintah Gagal Tanggung Jawab Penuhi Kebutuhan Warganya

JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil menolak rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menerapkan sanksi pidana kepada pelanggar protokol kesehatan.

Koalisi itu terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Urban Poor Consortium (UPC), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

Rencana ini masuk dalam revisi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19. Revisi perda ini masih dalam proses pembahasan oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI.

Pengacara LBH Jakarta Charlie Albajili menyebut pihaknya menolak rencana penerapan sanksi pidana karena ini jadi jalan keluar atas kegagalan pemerintah dalam menjamin kebutuhan warganya selama pembatasan.

Padahal, kewajiban jaminan sosial masyarakat tersebut tertuang dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.

"Upaya mengatur sanksi pidana bagi masyarakat hanyalah bentuk pengalihan dari kegagalan pemerintah melaksanakan tanggung jawab. Upaya pengendalian COVID-19 tidak akan berhasil dilakukan tanpa menjamin kebutuhan hidup harian warga dan akses kesehatan yang layak dan gratis bagi seluruh lapisan masyarakat," kata Charlie dalam keterangannya, Senin, 26 Juli.

Daripada terapkan sanksi pidana, Charlie mengangap pemerintah perlu memperbaiki kesimpangsiuran data penerima bantuan sosial serta tidak meratanya penyaluran bantuan sosial di DKI Jakarta yang terjadi hingga awal tahun 2021.

Adanya sistem informasi yang transparan, mekanisme komplain yang terukur hingga efisiensi dan realokasi anggaran perlu jadi prioritas.

"Apalagi setelah terbongkarnya megakorupsi bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek oleh Kementerian Sosial yang menimbulkan ketidakpercayaan publik yang sangat besar kepada pemerintah," ungkap dia.

Tak hanya itu, sanksi pidana pelanggar prokes dianggap berpotensi semakin menyulitkan masyarakat, khususnya yang memiliki kondisi ekonomi ke bawah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Maret 2021 penduduk miskin di Jakarta meningkat 21 ribu sejak Maret 2020. Menurut Charlie, sanksi pidana hanya akan menjadi kebijakan tak sensitif dengan kondisi kesejahteraan masyarakat yang semakian menurun.

"Sanksi pidana berpotensi menyasar dan menambah kesengsaraan masyarakat miskin kota yang bergantung hidupnya pada perkerjaan informal harian di luar rumah," tuturnya.

Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginginkan adanya pemberian sanksi pidana bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan selama pandemi dalam revisi Perda Nomor 2 Tahun 2020.

Dalam rancangan perubahan perda, Anies menambah dua pasal di antara Pasal 32 dan 33, yakni Pasal 32A dan 32B. Pasal ini menambahkan ancaman pidana.

Dijelaskan, apabila ada pelanggar yang mengulangi perbuatan tidak memakai masker setelah diberi sanksi kerja sosial dan administratif, maka akan dipidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp500.000.

Selanjutnya untuk pelaku usaha seperti perkantoran, industri, perhotelan, transportasi, hingga rumah makan yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol kesehatan dan telah mendapat hukuman pencabutan izin, maka akan dijatuhkan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp50.000.000.