Pemda Jalankan Pemerintahan Secara Biasa-biasa dalam Situasi Luar Biasa, Serapan Anggaran Buruk, Ini Solusinya
JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (FITRA), Misbah Hasan mencatat angka serapan anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) di seluruh Indonesia sangat rendah. Sehingga, berdampak pada lambatnya pembangunan dan penanganan COVID-19. Lalu apa solusi untuk persoalan klasik ini?
"Serapan anggaran rendah berdampak pada lambatnya pembangunan dan buruknya penanganan dampak COVID-19 yang semakin mengkhawatirkan," ucap Misbah dalam keterangannya, Sabtu, 17 Juli.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, serapan anggaran Pemerintah Provinsi per 9 Juli 2021 diangka 33,78 persen. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2020 yaitu, 37,90 persen.
Kemudian untuk Kabupaten dan Kota, tercatat serapan anggaran per 9 Juli 2021 baru diangka 28,46 persen dan 33,48 persen. Di mana, angka itu juga lebih rendah dibanding bulan Juli 2020 yang berada di angka 37,50 persen.
Dengan berdasar data tersebut, Misbah menyebut Pemda seolah kurang cepat dalam penggunaan anggaran. Padahal, kondisi saat ini menuntut semua dilakukan serba cepat. "Kurang 'gercep', padahal pandemi gelombang ini lebih parah dengan angka keterpaparan harian lebih dari 50 ribu orang dan angka meninggal semakin tinggi," lanjut dia.
"Pemda seakan menjalankan roda pemerintahan secara 'biasa-biasa saja' dalam situasi luar biasa karena pandemi COVID-19 tak berkesudahan," sambung Misbah.
Karena itu, Misbah menyarankan agar Pemerintah Pusat dan Daerah membuat terobosan baru dan cepat. Sehingga, semua permasalah yang terjadi di saat pandemi ini dapat teratasi. "Pemda kan diwajibkan untuk merealokasi 35 persen Belanja Belanja Barang atau Jasa dan Belanja Modal untuk Penanganan COVID-19," ungkap dia.
Selain itu, disarankan juga untuk segera membuat fasilitas Rumah Sakit yang menangani COVID-19, seperti pengadaan APD yang berkualitas, ventilator, tabung oksigen, masker, memperbanyak ruang perawatan.
Bila perlu buat Rumah Sakit non-permanen karena banyak daerah-daerah, terutama di Jawa yang rumah sakit yang sudah penuh dan tak mampu menampung pasien."Tradisi serapan tinggi di akhir tahun masih kuat melekat di birokrasi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Pemda belum memanfaatkan mekanisne pengadaan barang/jasa yang disederhanakan saat emergensi," tandas dia.
Rekomendasi
Untuk itu, Misbah pun merekomendasikan beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah. Pertama, Kemenkeu dan LKPP perlu membuat kebijakan mekanisne Pengadaan Barang/Jasa yang disederhanakan tapi tetap memegang prinsip transparansi dan akuntabilitas. Tetap melalui lelang terbuka yang diumumkan secara online dan bisa dipantau oleh masyarakat.
Kedua, Kemendagri perlu membuat regulasi batas minimal serapan anggaran bagi Pemda per semester sekaligus punishment bagi yang tidak memenuhi. Dan Ketiga, Pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, perlu melakukan terobosan dalam pengelolaan anggaran agar anggaran bisa terserap dengan baik dan tepat sasaran.
Selanjutnya yang keempat; perlu pelibatan publik untuk percepatan serapan anggaran daerah, bisa melalui skema Swakelola Tipe III dan Tipe IV yang memberi ruang bagi Organisasi Masyarakat Sipil dan Kelompok Masyarakat. Dan kelima; Pemerintah dan Pemda perlu mengambil opsi lockdown untuk daerah-daerah zona merah atau bahkan secara nasional dan memanfaatkan anggaran yang belum terserap untuk 'bantalan' bantuan sosial.
Masukan ini bisa menjadi alternatif solusi di tengah keadaan luar biasa di mana COVID-19 masih tinggi saat ini. Serapan anggapan yang buruk bisa lebih baik lagi seperti harapan FITRA dan juga publik pada umumnya agar mereka lebih merasakan uluran tangan pemerintah di saat sulit sekarang.
Baca juga:
- Positif COVID-19 di Lampung Hari Ini Bertambah 420 Orang, Total 26.884 Kasus
- Modus Obat COVID-19 dari Semarang Ditimbun, Harga Melambung di Ibu Kota Jakarta
- Sita 730 Boks Azithromycin 500mg di Kalideres, Kapolres Ady Wibowo: Bisa Untuk 3.000 Penderita COVID-19
- Meski Belum Lunas, RSUD Mukomuko Berutang Lagi Demi Dapatkan Oksigen