Saat KPK Diragukan Bakal Usut TPPU Edhy Prabowo
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diragukan bakal mengusut dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang sudah divonis lima tahun penjara.
Keraguan ini lantas dijawab komisi antirasuah yang siap membuka peluang pengusutan tindak pidana lain dalam kasus suap benur atau benih lobster.
Keraguan ini disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana yang awalnya mendesak KPK menyelidiki dugaan pencucian uang oleh Edhy dengan menerbitkan surat perintah penyelidikan.
"Idealnya saat ini KPK harus segera menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan para pelaku," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Jumat, 16 Juli.
Menurutnya, dugaan pencucian uang ini terlihat jelas dalam proses persidangan berjalan. "Misalnya, modus menggunakan pihak lain sebagai pembeli guna menyamarkan aset hasil kejahatan atau bahkan meminjam rekening orang ketiga untuk menerima sejumlah uang suap," ungkap dia.
Meski begitu, Kurnia ragu KPK akan mengusut dugaan tersebut. Apalagi, penyidik yang mengurusi kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini ada yang dinonaktifkan setelah dinyatakan tak memenuhi syarat dalam Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai.
"Akan tetapi, kembali lagi, itu ekspektasi publik. Namun, realita yang terjadi justru penyidik perkara suap ekspor benih lobster dipecat melalui," ujarnya.
Adapun salah satu Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) KPK yang menangkap Edhy adalah Novel Baswedan. Dia merupakan satu dari 75 pegawai komisi antirasuah yang tak lolos dalam tes tersebut.
Baca juga:
Mendengar keraguan tersebut, Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati angkat bicara. Dia mengatakan pihaknya siap membuka peluang untuk mengusut adanya dugaan TPPU seperti yang disampaikan ICW.
"KPK sangat terbuka kemungkinan untuk terus melakukan pendalaman dan pengembangan perkara selain tindak pidana korupsi," ungkap Ipi.
Hanya saja, KPK tak bisa sembarangan begitu saja dalam bekerja mengusut tindak rasuah. Ipi menyebut, KPK harus mengantongi bukti yang cukup sehingga mereka akan menganalisis fakta hukum yang ada selama persidangan berlangsung.
"Hal ini dilakukan di antaranya dengan lebih dulu menganalisis seluruh fakta hukum selama proses persidangan yang termuat dalam pertimbangan putusan majelis hakim," tegasnya.
Hukuman Lima Tahun Penjara
Dalam persidangan yang digelar Kamis, 15 Juli kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Selain itu, dia juga dijatuhi sanksi denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan penjara.
Selanjutnya, majelis hakim juga memutuskan hukuman tambahan bagi Edhy Prabowo dengan kewajiban membayar uang pengganti atas tindak pidana korupsi yang dilakukannya sebesar Rp9,68 miliar dan 77 ribu dolar Amerika Serikat. Jika tidak dibayarkan, dia harus menjalani pidana penjara tambahan selama dua tahun.
Selain itu, majelis hakim dalam putusannya juga mencabut hak dipilih Edhy Prabowo dalam jabatan publik (politik) selama tiga tahun.
Hukuman ini diberikan setelah Edhy dinyatakan terbukti menerima suap 77 ribu dolar Amerika Serikat dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) yaitu Suharjito terkait izin ekspor benur.
Edhy Prabowo Tak Merasa Bersalah
Selain itu, dia juga terbukti menerima Rp24.625.587.250 sebagai bagian keuntungan yang tidak sah dari PT Aero Citra Kargo (ACK) terkait biaya pengiriman jasa kargo benur dari perusahaan eksportir.
Meski telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, Edhy kukuh mengatakan dirinya tak bersalah. Politikus ini bahkan menyebut vonis yang diberikan tak sesuai fakta persidangan.
"Ya saya mau pikir-pikir. Saya sedih hasil ini tidak sesuai dengan fakta persidangan," kata Edhy Prabowo usai sidang, Kamis, 15 Juli.
Dirinya juga mengaku akan melakukan perlawanan hukum atas vonis tersebut. Hanya saja, saat ini dia akan memikirkan semua hal dan mempertimbangkannya lebih dulu.
"Tapi ya inilah proses peradilan di kita, saya akan terus melakukan proses tapi kasih saya waktu berpikir," pungkasnya.