Perusahaan di Wilayah Uni Eropa Boleh Larang Karyawan Pakai Hijab

JAKARTA - Court of Justice of the European Union (CJEU) atau Pengadilan Tinggi Uni Eropa memberi izin kepada perusahaan-perusahaan di kawasan untuk melarang penggunaan hijab untuk karyawan Muslimah. Larangan itu bisa dilakukan untuk kondisi tertentu.

Salah satu kondisi tertentu yang disebut putusan itu, misalnya menjaga citra netralitas perusahaan terhadap pelanggan. Putusan ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari ditolaknya gugatan dua Muslimah Jerman usai diskors karena mengenakan hijab oleh perusahaan tempat mereka bekerja. 

"Larangan mengenakan segala bentuk ekspresi keyakinan politik, filosofis, atau agama yang terlihat di tempat kerja dapat dibenarkan oleh kebutuhan majikan demi menghadirkan citra netral terhadap pelanggan atau mencegah perselisihan sosial," kata CJEU, dikutip DW.

Saat pertama kali bekerja, dua karyawan Muslimah Jerman itu memang tak mengenakan hijab. Kemudian keduanya mengambil cuti melahirkan dan memilih menggunakan hijab beberapa tahun setelah cuti itu. melahirkan.

Ketika kembali ke pekerjaan, kedua karyawan Muslimah diperingatkan larangan mengenakan hijab di tempat kerja. Bahkan perusahaan keduanya mengancam hukuman skors.

Reuters memaparkan dokumen pengadilan. Isinya menjelaskan perusahaan meminta dua karyawan itu memilih antara mereka melakukan pekerjaan berbeda atau tetap bekerja dengan syarat tanpa hijab.

Sikap Pengadilan Tinggi Uni Eropa

Markas CJEU (Sumber: elenaforum.org)

CJEU menganggap masalah hijab telah memecah belah negara-negara Uni Eropa selama bertahun-tahun. Di wilayah, perbedaan pandangan tajam soal hidup dan hak-hak umat Islam di antara masyarakat memang terbentuk kuat.

Selama ini CJEU berada di antara dua pilihan. Larangan menggunakan hijab akan melanggar kebebasan beragama.

Namun ada kepentingan perusahaan-perusahaan yang menganggap simbol agama dapat membatasi bisnis. Tahun 2017 lalu CJEU pernah memutuskan kebijakan serupa.

Perusahaan diperbolehkan melarang karyawannya pakai hijab dan simbol agama lain yang terlihat dalam kondisi tertentu. Hal ini memicu kemarahan kelompok religius di Eropa.

Open Society Justice Initiative menyatakan prihatin atas keputusan Uni Eropa. Kelompok itu adalah bagian dari organisasi filantropi, Open Society Foundations yang didirikan miliarder, George Soros.

"Keputusan itu mungkin akan terus mengecualikan banyak wanita Muslim, dan mereka dari agama minoritas lain dari berbagai pekerjaan di Eropa," Open Society Justice, dalam pernyataan sikap.

*Baca Informasi lain soal BERITA INTERNASIONAL atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian.

BERNAS Lainnya