EVITA, Kolaborasi Bertema Kerinduan di Tengah Pagebluk COVID-19

JAKARTA - Produser Rifo Octavian alias Rifofo dan Gandhi Prasetya (Gandhi Shiro) kembali berkolaborasi dalam lagu tunggal (single) baru, EVITA. Sebelumnya, mereka bekerja sama dalam Evelyn yang dinominasikan dalam AMI Awards 2019 untuk kategori Karya Produksi Progressive Terbaik. 

Tetap dengan nuansa Jawa Timuran yaitu Banyuwangi, pembuatan lagu tunggal EVITA melibatkan tiga kolaborator lain; mereka adalah Radhica Isac yang berasal dari Moldova-Rumania yang tinggal di Inggris, Eka Ayu Wulandari dari STKW (Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta) Surabaya dan rapper DRT yang sejak 2017 bekerja sama dengan Rifofo.

EVITA bercerita tentang kerinduan pada sosok yang bisa menenangkan dan menentramkan, sosok yang tak terlupakan dan selalu dipuja. Diceritakan pula bahwa sosok tersebut sedang terpisah, berjarak jauh dengan yang merindukannya; maka yang dapat dilakukan adalah terus berkarya dengan kesabaran menanti— hingga tiba waktunya untuk bertemu kembali dengan si penentram hati.

Dalam lagu ini, Rifofo dan Gandhi bereksplorasi secara aransemen dan dalam mengarahkan secara bahasa untuk lirik dan juga memasukkan puisi. EVITA dibuat dalam kemasan perpaduan musik Banyuwangi dengan musik China; keduanya memiliki kemiripan nada. Perpaduan tersebut juga diberi sentuhan modern dari musik trap, berasal dari bagian selatan Amerika, yang kini banyak terdengar sebagai pengiring rap - bagian dari kultur hip hop  di Amerika.

Bahasa yang digunakan adalah Rumania untuk puisi, Indonesia untuk rap, dan Banyuwangi yaitu Osing, untuk nyanyian. Puisi berbahasa Rumania dibacakan oleh Radhica, sebagai pendatang di Inggris dan sudah lama tidak pulang ke kampung halamannya. Puisi itu diawali dengan “Mi-e dor de cineva care mă poate înțelege .. (I miss someone who can understand me ..)”

“Kalau rindu itu kamu maka jarak adalah ke mana ‘ku menuju”, awal dari lirik yang puitis dari rap DRT kemudian disambut dengan refrain berbahasa Osing dari Eka, “Durung wayahee, kembang isun teko” (belum waktunya, datang yang dipuja/kupuja); barisan kata dan kalimat dari para kolaborator pun meneguhkan tema lagu tentang kerinduan yang mendalam, begitu diharapkan (“Sing sun angen-angen”) hingga terngiang-ngiang (‘kantru-kantru’) - dengan kesadaran bahwa perjumpaan dengan seseorang yang dapat mengobati kerinduan itu belum dapat terjadi, sampai tiba saatnya karena sudah adanya ‘perjanjian’ untuk bertemu kembali (‘semayane’). 

Perpaduan musik dan bahasa dari beragam tempat/negara dalam EVITA yang menyimbolkan jarak yang berjauhan pun menguatkan tema kerinduan yang - belum dan - pada waktunya akan dilepaskan.

Adapun proses pembuatan EVITA telah berjalan sebelum keadaan pagebluk COVID-19 yang sekarang melanda dunia; keadaan tersebut turut memengaruhi waktu perilisan yang sebelumnya direncanakan lebih awal. 

Dengan tetap bersemangat untuk berkarya, kiranya sosok penenang yang dinantikan dalam EVITA yang dirilis saat pagebluk ini dapat dimaknai sebagai ketenangan yang dirasakan sebelum krisis ini terjadi; bahwa kerinduan akan ketenangan tersebut dirasakan semua orang. Ya, perpaduan musik dan bahasa dalam EVITA dapat dikatakan mewakili kita sebagai warga dunia.

>