Jokowi 'Berkeringat' Blusukan di Sunter, Mahfud Nonton Ikatan Cinta, Pengamat: Belum Satu Chemistry

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengejutkan publik dengan blusukan ke pemukiman warga di kawasan Sunter Agung, Jakarta Utara saat PPKM Darurat, Kamis, 15 Juli, malam.

Kedatangan Jokowi malam-malam itu untuk memberikan bantuan sembako dan paket obat kepada masyarakat.

Disatu sisi, Menko Polhukam Mahfud MD justru bercerita tengah memanfaatkan kesempatan kebijakan 'di rumah saja' dengan asik menonton sinetron Ikatan Cinta.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat politik Karyono Wibowo mengakui ada ketidaksinkronan antara keinginan Presiden Jokowi dan implementasi para menterinya dalam penanganan pandemi COVID-19. Bukan saja Mahfud, tapi para pembantunya yang lain.

"Tidak semua menterinya santai-santai sih, tapi memang harus diakui ada semacam ketidaksinkronan, tidak ada sinergi yang terbangun, tidak ada platform yang sama antara presiden dan pembantunya," ujar Karyono kepada VOI, Jumat, 16 Juli.

"Tapi saya tak menyebut Pak Mahfud, ini secara general saja. Karena ada yang lebih parah lagi, itu Pak Lutfi dan Pak Bahlil ke Amerika. Meskipun itu juga mungkin dalam rangka menjalankan tugas, tapi itu bisa menimbulkan satu persepsi negatif terhadap pemerintah ditengah penderitaan rakyat, dan meningkatnya angka positif COVID, dimana setiap hari terus bertambah," sambungnya.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) ini, di tengah situasi pandemi yang memprihatinkan seharusnya menteri-menteri mengikuti irama, kecepatan atau akselerasi penanganan pandemi. Baik dari aspek kesehatan maupun dampak sosial ekonominya. 

"Nah saya belum melihat satu chemistry, sinergi bahkan saya melihat belum ada persamaan satu pandangan atau platform yang sama antara keinginan presiden dengan pembantunya," jelas Karyono.

Artinya, kata dia, belum ada kekompakan antara kepala negara dengan para pembantunya. Juga diantara sesama menteri-menteri.

"Ya istilahnya tidak sinergi, tidak ada satu platform yang sama. Kan berbeda dari yang dikehendaki oleh presiden. Ini penting sekali," tegas Karyono.

Menyinggung aksi blusukan Jokowi merupakan sindiran terhadap para menterinya, Karyono menilai, hal itu lantaran presiden sudah habis kesabaran melihat pembantunya lamban dalam mengatasi pandemi. Salah satunya, distribusi bantuan sosial kepada rakyat.

 

"Gak cukup dengan blusukan sebenarnya, ya mungkin itu bagian dari ketidaksabaran presiden melihat para pembantunya yang lelet," katanya.

"Kita maknai seperti itu karena presiden ingin cepat, sementara realisasinya lambat karena tidak ada irama yang sama. Presiden ingin cepat, harusnya pembantunya bekerja dan berpikir cepat dong sesuai kehendak presiden," tambah Karyono.

Untuk itu, Karyono menyarankan Presiden Jokowi agar tegas dalam menginstruksikan para menterinya. Apabila lambat dan tak mampu merealisasikan keinginan presiden, maka Presiden bisa memberhentikannya.

"Kalau gak ya dipecat saja. Presiden harus tegas. Tapi aku gak ngomong pak Mahfud loh ya, kalau menurut saya sih itu obrolan yang gak substansial," katanya menandaskan.