Wacana PPKM Darurat 6 Minggu, Pengusaha Mal: Bakal Semakin Berat, karena Dana Cadangan Kami Sudah Tersedot Habis di 2020
JAKARTA - Pemerintah dikabarkan telah membuat skenario pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat sampai 6 minggu. Perpanjangan ini dinilai dapat menimbulkan masalah yang cukup pelik bagi pengelola pusat perbelanjaan di Tanah Air.
Lalu, bagaimana dampak terhadap pusat perbelanjaan jika PPKM Darurat ini diperpanjang? Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan dengan memperhatikan tren jumlah kasus positif COVID-19 dalam beberapa waktu terakhir ini, maka kemungkinan besar pemberlakuan PPKM Darurat akan diperpanjang.
Namun, kata Alphonzus, jika pemerintah memberlakukan kebijakan tersebut, maka beban pusat perbelanjaan akan menjadi semakin berat. Sebab, saat memasuki tahun 2021 dalam kondisi yang lebih berat dari tahun 2020 yang lalu.
"Meskipun tahun 2020 yang lalu adalah tahun yang sangat berat namun para pelaku usaha masih memiliki dana cadangan. Para pelaku usaha memasuki tahun 2021 tanpa memiliki dana cadangan lagi karena sudah terkuras habis selama tahun 2020 yang lalu yang mana digunakan hanya sebatas untuk supaya bisa bertahan saja," katanya, kepada wartawan, Rabu, 14 Juli.
Apalagi, kata Alphonzus, kondisi usaha pada tahun 2021 masih defisit. Meskipun, kondisi usaha sampai dengan semester I 2021 adalah lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020 yang lalu.
Lebih lanjut, Alphonzus mengatakan defisit 2021 terjadi karena masih tetap diberlakukannya pembatasan jumlah pengunjung dengan kapasitas maksimal 50 persen di pusat perbelanjaan.
"Pendapatan pusat perbelanjaan merosot tajam. Pusat perbelanjaan harus banyak membantu para penyewa untuk memberikan kebijakan dalam hal biaya sewa dan service charge dikarenakan mayoritas para penyewa tidak bisa beroperasi selama pemberlakuan PPKM Darurat," jelasnya.
Di samping itu, kata Alphonzus, pusat perbelanjaan masih tetap harus menanggung beban biaya pengeluaran yang relatif tidak berkurang meskipun tidak beroperasional. Misalnya, harus tetap membayar berbagai pungutan dan pajak/retribusi yang dibebankan oleh pemerintah.
Baca juga:
- Pakar UI Prediksi COVID-19 Melandai Pada Agustus-September, Kalau 3M, 3T dan Vaksinasi Gencar Dilakukan
- Skenario PPKM Darurat 6 Minggu, Ekonom: Bansos Tunai Harusnya Rp2 Juta per Bulan, Bukan Rp300 Ribu
- PPKM Darurat 6 Minggu Bikin Ekonomi Indonesia Bisa Jauh dari Target Sri Mulyani, Ekonom: Minus 0,5 Persen di Akhir Tahun 2021
- Wacana Perpanjangan PPKM Darurat 4-6 Minggu, NasDem: Jangan Sampai Ada yang Enggak Bisa Makan
"Meskipun diminta untuk tutup ataupun hanya beroperasi secara sangat terbatas," katanya.
Karena itu, APPBI meminta pemerintah untuk memberikan berbagai insentif untuk pelaku usaha agar bisa bertahan. Di antaranya, insentif listrik dan gas. Kata Alphonzus, meskipun tidak ada pemakaian sekalipun, namun harus tetap membayar tagihan dikarenakan pemerintah memberlakukan ketentuan pemakaian minimum.
Kemudian, insentif pajak bumi dan bangunan (PBB), reklame, royalti, retribusi perizinan dan sebagainya. Sebab, kata Alphonzus, pemerintah tetap mengharuskan untuk membayar penuh meski pemerintah yang meminta untuk tutup.
Menurut Alphonzus, pemerintah harus memberikan insentif ini untuk mengantisipasi lonjakan pemutusan hubungan kerja atau PHK imbas dari tak adanya pemasukan bagi pengusaha di tengah pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat dan ditutupnya pusat perbelanjaan.
"Jika penutupan operasional terus berkepanjangan maka akan banyak pekerja yang dirumahkan dan jika keadaan semakin berlarut maka akan banyak terjadi lagi PHK," ucapnya.