Keuntungan Vaksin Berbayar Rp17,2 Triliun, Faisal Basri: Ini karena Negara Alihkan Kewenangannya kepada Korporasi Swasta, BUMN, dan Kadin

JAKARTA – Ekonom senior Faisal Basri menyebut wacana privatisasi vaksin dengan menjual langsung ke masyarakat sebagai sebuah keputusan yang tidak tepat. Pasalnya, hal tersebut merupakan bentuk keputusan blunder di tengah situasi sulit saat ini.

“Jangan sekali-kali melakukan privatisasi kebijakan publik. Jangan alihkan otoritas negara kepada korporasi swasta maupun BUMN serta organisasi pengusaha (Kadin),” ujarnya melalui laman Twitter @FaisalBasri seperti yang dikutip pada Selasa, 13 Juli.

Menurut Faisal, langkah percepatan vaksinasi dengan menunjuk salah satu BUMN sebagai perantara yang menjual barang strategis tersebut telah melanggar esensi perusahaan negara yang seharusnya mengedepankan misi sosial ketimbang pencarian keuntungan.

“Tugas mulia BUMN itu adalah value creating bagi maslahat orang banyak, bukan value extraction alias berburu rente. Makanya ada Menteri BUMN,” tutur dia.

Bahkan, Faisal mengkalkulasikan jika program vaksin berbayar itu digulirkan maka diperkirakan nilai komersialisasinya bisa mencapai angka fantastis.

“Berdasarkan skenario awal, bayangkan betapa menggiurkan bisnis vaksin BUMN. Kalau untungnya Rp100.000 persuntikan, rentenya senilai Rp17,2 triliun. Makanya ada vaksin "gotong royong" (lebih tepat vaksin rente),” tegasnya menanggapi salah satu artikel berita.

Terlebih, sambung Faisal, beberapa korporasi farmasi pelat merah dianggapnya memiliki persoalan tersendiri dalam mengelola anggaran yang didalamnya terdapat uang negara.

“Kalau audit BPK nantinya menemukan ada praktik mark up, BUMN farmasi wajib kembalikan kelebihannya kepada pemerintah. Kalau ada unsur pidana, proseslah sesuai hukum yang berlaku,” imbuhnya.

Meski demikian, ekonom itu tetap mendorong penyelenggara negara untuk melakukan perbaikan tata kelola kebijakan agar penanganan pandemi dapat lebih arif sehingga bisa segera keluar dari situasi yang tidak menguntungkan saat ini.

“Saatnya meluruskan yang bengkok-bengkok. Akui kesalahan yang lalu, mari mengoreksinya, mulai lembaran baru demi selamatkan sebanyak mungkin nyawa manusia, utamanya yang papa,” kata dia.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, pemerintah menunjuk BUMN farmasi PT Kimia Farma Tbk. sebagai operator penyalur vaksin berbayar kepada masyarakat. Hal tersebut kemudian menimbulkan polemik tersendiri di masyarakat.

Puncaknya, Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro memberikan keterangan jika perseroan melakukan penundaan peredaran vaksin berbayar kepada masyarakat.

“Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," kata dia, Senin, 12 Juli.

Rencananya, vaksin komersil ini dibanderol dengan harga Rp879.140 untuk dua dosis bagi individu atau perorangan.