Menkes Budi Sadikin: Yang Tidak Sesak dan Tak Komorbid Jangan Masuk Rumah Sakit
JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan kategori pasien COVID-19 dan kondisi terkini ketersediaan ruang rawat kepada Komisi IX DPR saat rapat kerja di Gedung DPR, Senin, 5 Juli.
Khusus di Jakarta, kata Menkes, untuk perawatan pasien yang harus masuk rumah sakit adalah pasien dengan kondisi sedang, saturasi 95 persen keatas, ada sesak dan ada komorbid. "Itu kita pastikan bahwa mereka bisa mendapatkan akses rumah sakit," ujar Menkes Budi.
"Sedangkan pasien yang tidak harus di rumah sakit atau yang saturasinya di atas 95 persen, tidak ada sesak dan tidak ada komorbid, kami menghimbau jangan masuk rumah sakit karena akan memenuhi, menghalangi orang-orang yang harusnya bisa masuk menjadi tidak bisa masuk," sambungnya.
Kendati demikian, Budi memaparkan, Kemenkes tetap menambah ruang isolasi terpusat untuk mereka yang masuk kategori ringan dengan saturasinya diatas 95 persen, tidak sesak dan tidak komorbid.
Dikatakannya, saat ini di RSDC Wisma Atlet ada 8000 kamar, dimana sekarang pihaknya sudah membuka tempat isolasi kedua dan ketiga yaitu rusun Nagrak 3000 kamar, rusun Pasar Rumput 4.000 kamar.
"Jadi kita sudah menambah 7000 kamar isolasi untuk menampung orang yang memang positif tapi gejalanya ringan atau OTG dan tidak bisa isolasi mandiri," jelasnya.
Sedangkan untuk penambahan rumah sakit, Kemenkes sudah mengkonversi 3 rumah sakit pemerintah, yaitu RS. Fatmawati, RS. Persahabatan, dan RS. Sulianti Saroso dengan total kamar sekitar 1000 tempat tidur.
"Itu menjadi 100 persen RS COVID-19 untuk bisa membantu DKI," ungkap Budi.
Selain itu, lanjutnya, Kemenkes juga sudah mempersiapkan rumah sakit cadangan di Wisma Haji Pondok Gede. "Kapasitasnya baru tadi malam kita finalisasi 900 kamar dan kemarin sudah mulai dikerjakan dengan kementerian PU untuk menjadi rumah sakit cadangan yang bisa merawat pasien sedang," terangnya.
Kemenkes, tambah Budi, juga akan membangun 50 ICU di Wisma Haji Pondok Gede sehingga total 950 kamar tambahan yang akan beroperasi mulai hari Rabu, 7 Juli, ini.
"Kita juga ada instruksi agar IGD dirubah menjadi ruang isolasi, agar bisa menampung pasien yang sudah masuk dan IGD nya kita bekerjasama dengan BNPB membangun tenda-tenda rumah sakit," kata Budi.
Baca juga:
- Pangdam Jaya Geram, Perusahan Nonesensial di Jakarta Bandel Abai Ketentuan PPKM Darurat
- Catat Ini Gratis! 11 Telemedicine yang Layani Pasien Isoman COVID-19
- COVID-19 Itu Ganas Tapi Aneh Kenapa Banyak Pasien Meninggal di Rumah Sakit? Mari Cek!
- Harga Obat Diatur Kemenkes, YLKI: Sudah Benar untuk Melindungi Konsumen dari Oknum yang Merusak Pasar
Menkes menyadari bahwa daerah dengan kasus COVID-19 tinggi juga membutuhkan tenaga kesehatan. Karenanya, Kemenkes mendatangkan tenaga kesehatan dari daerah-daerah yang masih berada di zona hijau yaitu beberapa dari Kalimantan dan Sumatera untuk membantu rumah sakit-rumah sakit cadangan.
"Dan kita persiapkan juga tempat tidur dan tempat menginap mereka," jelasnya.
Sementara untuk ketersedian oksigen, Menkes Budi menuturkan bahwa kapasitas produksi oksigen nasional ada 866.000 ton per tahun, tetapi sekarang utilisasinya hanya 75 persen.
"Jadi yang riil yang diproduksi setiap tahun adalah 639.900 ton per tahun dari itu sekitar 75 persen dipakai untuk industri seperti baja, nikel, smelter dan kemudian juga itu 458.588 ton yang medis hanya 181.312 ton.
"Dan komitmen dari kementerian perindustrian industri agar konversi oksigen dari industri ke medis diberikan sampai 90 persen. Jadi sekitar 575.000 ton per tahun akan dialokasikan untuk medis," demikian Budi.