Laporan Kekayaannya Mencapai Rp179 Miliar, KSAD Andika Perkasa Diminta Berikan Penjelasan
JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa akhirnya menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp179 miliar.
Meski laporan ini diapresiasi oleh KPK tapi pakar hukum tetap meminta Andika menjelaskan kepemilikan hartanya. Apalagi jika hartanya berjumlah jauh dari penghasilan dirinya sebagai penyelenggara negara.
Berdasarkan data dalam situs web elhkpn.kpk.go.id, LHKPN milik Andika baru dilaporkan pada 20 Juni. Ini merupakan kali pertama dirinya tercatat melaporkan kekayaannya.
Pada laporan tersebut tercatat Andika memiliki 20 aset tanah dan bangunan di mana 19 di antaranya berstatus hibah tanpa akta. Tanah tersebut tersebar di Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, Cianjur, Sleman, Bantul, Surabaya, Tabanan, dan Bandar Lampung.
Tak hanya di Indonesia, dia juga tercatat memiliki aset tanah dan bangunan yang berlokasi di Allen Street Pyrmont Australia, Cedar Croft Lane Bethesda MD 206814 Amerika Serikat, dan 9 Alloway Court Potomac MD 20854 Amerika Serikat. Seluruh aset dan bangunan ini memiliki nilai mencapai Rp38.164.250.000.
Berikutnya, menantu mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono ini juga tercatat memiliki dua kendaraan roda empat yaitu Landrover Sport 3.0 V 6 AT tahun 2014 dengan nilai Rp800 juta dan Mercedes Benz Sprinter 315 Tahun 2018 dengan nilai Rp1,8 miliar. Sehingga total nilai kendaraan yang dimilikinya mencapai Rp2,6 miliar.
Kemudian, Andika tercatat memiliki harta bergerak lainnya mencapai Rp10.100.000.000.
Selanjutnya, dia juga tercatat memiliki surat berharga senilai Rp2.146.000.000 serta kas dan setara kas mencapai Rp126.985.922.019.
Dalam laporan tersebut Andika tercatat tidak memiliki hutang. Sehingga total kekayaannya mencapai Rp179.996.172.019.
Berkaitan dengan laporan ini, KPK kemudian mengapresiasi laporan yang telah disampaikan oleh Andika sebagai penyelenggara negara. Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati mengatakan sudah menjadi kewajiban bagi pejabat untuk melaporkan harta kekayaannya mereka baik sebelum maupun sesudah menjabat.
"Serta bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat," ungkap Ipi kepada wartawan.
Sementara terkait 19 tanah dan bangunan milik Andika yang berstatus hibah tanpa akta, kata Ipi, harusnya tidak menjadi dasar asumsi apakah harta tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana sebelum ada pembuktian. Apalagi, KPK hanya menerima laporan yang disampaikan oleh penyelenggara negara
"Sebagaimana tertuang dalam lembar pengumuman LHKPN perlu kami sampaikan bahwa LHKPN yang telah diumumkan tidak dapat dijadikan dasar oleh penyelenggara negara atau pihak manapun untuk menyatakan bahwa harta kekayaan penyelenggara negara tidak terkait tindak pidana," katanya.
Baca juga:
Diminta buktikan kepemilikan harta secara otentik
Harta kekayaan yang fantastis milik KSAD ini kemudian ditanggapi oleh pakar hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Dia meminta Andika membuktikan secara otentik kepemilikan hartanya mengingat jumlahnya tak sebanding dengan penghasilannya sebagai penyelenggara negara.
"Soal jumlah hartanya harus dibuktikan berdasarkan bukti otentik apalagi jika kepemilikan harta berbanding jauh dengan penghasilan yang diperoleh dari negara sebagai pejabat negara," ungkap Fickar saat dihubungi.
"Oleh karena itu butuh pembuktian otentik yang bersifat yuridis dari kepemilikan hartanya," imbuh pakar tersebut.
Dirinya juga mengatakan asal usul harta kekayaan milik Andika dapat ditelusuri. Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK), menurutnya, bisa bergerak jika mendapat tembusan LHKPN tersebut dari KPK.
Tak hanya itu, Fickar juga menyoroti langkah Andika yang baru kali pertama melaporkan LHKPN meski dia sudah menjabat sebagai KSAD sejak November 2018 lalu. Menurutnya, melaporkan LHKPN harusnya menjadi kewajiban bagi pejabat struktural tanpa terkecuali baik pejabat sipil maupun militer.
"Jika tidak dipenuhi maka itu bisa menjadi nilai kondite yang buruk bagi perjalanan karirnya. Karena dari situ dapat dinilai sikap kejujurannya baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat negara," tegasnya.
"Dari jumlah harta bisa juga ditelusuri soal apakah perolehannya legal atau sah atau justru diperoleh dengan cara yang melawan hukum," pungkas Fickar.