Firli Bahuri Bisa Diberhentikan karena Polemik TWK dengan Kententuan Ini

JAKARTA - Peneliti senior Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mungkin untuk diberhentikan akibat polemik Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Setidaknya, ada tiga konteks yang dikenal secara hukum untuk memberhentikan pimpinan komisi antirasuah.

"Apakah Firli Bahuri bisa diberhentikan dengan kejadian seperti ini (polemik TWK, red)? Ada tiga konteks yang dikenal oleh hukum. Pertama pemberhentian langsung," kata Zainal dalam diskusi Menelisik Makna Perbuatan Tercela dan Alasan Hukum Pemberhentian Pimpinan KPK yang dikutip pada Minggu, 27 Juni.

Selain pemberhentian langsung ada dua konteks lain yaitu perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan kewenangan.

Tak hanya itu, pada Pasal 32 Ayat 1 Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK disebutkan pimpinan berhenti atau diberhentikan karena tujuh ketentuan yaitu meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, melakukan perbuatan tercela, dan menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan.

Kemudian, berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari tiga bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya, mengundurkan diri dan atau dikenai sanksi berdasarkan undang-undang ini.

"Jadi kalau kita lihat, potensinya itu bukan hanya perbuatan tercela tapi dikenai sanksi menurut undang-undang ini," ungkap Zainal.

Meski begitu, perlu didalami lagi apa konteks perbuatan tercela yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Sebab, konteks tindakan ini seringkali dikaitkan dengan perbuatan asusila.

Hanya saja untuk mendalami tindakan dan membuktikan tindakan ini, kata Zainal, tentunya diperlukan keberanian Dewan Pengawas KPK. 

"Misalnya ketahuan bohong di bawah sumpah dan tidak menjalankan sumpah ya barangkali, kalau dia melebarkan makna tercela itu maka bisa dipakai alasan bukan Pasal 32 Ayat 1D tapi huruf 1G bahwa dikenakan sanski dan masuk dalam proses pemberhentian," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Tes Wawasan Kebangsaan diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.

Sementara 75 pegawai termasuk penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko yang akan pensiun juga dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sedangkan dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.

Penuturan para pegawai yang ikut tes ini, terdapat sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan asesmen. Termasuk pada pertanyaan yang diajukan oleh asesor atau penilai saat proses wawancara.

Para pegawai menyebut pertanyaan yang diajukan saat proses TWK berlangsung melanggar ranah privat. Kejanggalan inilah yang kemudian diadukan oleh puluhan pegawai ini ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga Ombudsman RI.