Peneliti Sebut Eropa Bisa Merdeka dari Impor Makanan Tahun 2050
JAKARTA - Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis (CNRS), menemukan kemungkinan Eropa mampu memenuhi kebutuhan konsumsinya sendiri tanpa makanan impor pada tahun 2050.
Studi, yang melihat ke masa lalu untuk mengubah masa depan, menemukan bahwa faktor lingkungan dan peningkatan penggunaan pupuk sintetis sejak Perang Dunia II, menyebabkan Eropa terus mengimpor barang-barang hasil pertanian.
Produk hewani seperti daging, susu, ikan, produk sayuran, dan bahan makanan semuanya diimpor dari luar Eropa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, menjaga rak makanan tetap terisi penuh.
Sebagai contoh kecil, melansir Euronews Selasa 22 Juni, sekitar 47 persen produk sayuran untuk konsumsi penduduk Eropa di tahun 2020 merupakan produk impor yang didatangkan dari luar Eropa.
Lantas, bagaimana masyarakat Eropa bisa mengubah pola pemenuhan kebutuhannya?
Para ilmuwan di CNRS mengatakan, dengan proses tiga tahap, Eropa dapat memiliki sistem pangan pertanian yang organik, berkelanjutan, dan ramah keanekaragaman hayati.
Tahapan ini diyakini bisa membuat Eropa mandiri dalam memproduksi dan memenuhi kebutuhan konsumsi di tahun 2050. Langkah pertama melibatkan perubahan pola makan, termasuk pengurangan jumlah produk hewani yang kita makan.
Antara tahun 1961 dan 2013, populasi Eropa meningkat dari 428 menjadi 540 juta. Peningkatan ini berdampak langsung pada konsumsi protein secara keseluruhan di wilayah Eropa, yang tumbuh dari 35 persen menjadi 55 persen. Artinya, rata-rata konsumsi protein setiap individu meningkat sekitar 80 persen.
"Dengan membatasi konsumsi produk hewani, tekanan terhadap peternakan akan berkurang dan akibatnya keinginan untuk impor berkurang," menurut para peneliti.
Langkah kedua adalah menghilangkan industri pertanian dengan menciptakan ruang untuk mendiversifikasi rotasi tanaman, menggunakan tanah dan mineral yang sudah tersedia. Diharapkan ini juga akan mengurangi jumlah pestisida dan pupuk sintetis yang digunakan, mengurangi jumlah nitrogen yang dihasilkan dan dilepaskan ke atmosfer.
Langkah terakhir termasuk menggabungkan tanaman dan ternak yang tidak pernah benar-benar bertemu di industri saat ini. Para ilmuwan berharap, kedekatan hewan dan tumbuhan ini akan memungkinkan proses daur ulang kotoran yang lebih lancar.
"Daur ulang kotoran manusia dapat menjadi faktor kunci dalam menciptakan Eropa yang lebih bersih pada tahun 2050. Diperkirakan bahwa daur ulang sekitar 70 persen kotoran manusia dapat membuat perbedaan besar dalam mendorong Eropa yang lebih bersih dan ramah lingkungan," papar para peneliti.
Baca juga:
Dengan proses tiga langkah ini, para peneliti meyakini Eropa dapat menjadi pemain kunci dalam industri ekspor pangan pada tahun 2050.