4 Mantan Pimpinan KPK Jelaskan Aturan dan Kode Etik ke Komnas HAM
JAKARTA - Empat mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimintai keterangan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Eks pimpinan yang hadir secara luring yakni Mochammad Jasin. Sedangkan Abraham Samad, Saut Situmorang, dan Bambang Widjojanto hadir secara daring.
Permintaan keterangan ini berkaitan penyelidikan yang dilakukan atas laporan perwakilan 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Penyebabnya, proses pelaksanaan tes sebagai syarat alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) ini diduga melanggar hak asasi.
Usai memberikan keterangan, mantan Wakil Ketua KPK periode 2007-2011 Mochammad Jasin mengakui digali sejumlah hal, termasuk nilai-nilai yang ada di KPK. Keseluruhan nilai tersebut diatur dalam peraturan dan kode etik yang jadi acuan pelaksanaan tugas di KPK.
"Serta di dalam pelaksanaan tugas itu juga dibuatkan SOP. Ini satu hal, ini sudah kita sampaikan semuanya," ungkap Jasin kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Jumat, 18 Juni.
Jasin juga menyampaikan para mantan pimpinan ditanyai perihal sistem kolektif kolegial di KPK. Di mana, sikap ini dilakukan dalam proses pengambilan keputusan di KPK dengan melaksanakan musyawarah atau voting.
"Kemudian hal-hal yang terkait independensi KPK, seperti apa peraturannya adalah aturan-aturan yang ada di UU maupun aturan-aturan yang mengingat yang harus kita taati, berkaitan konvensi PBB menentang korupsi. Itu sudah dijelaskan semua kepada pihak Komnas HAM," ujarnya.
Jasin juga mengatakan proses kerja di KPK juga ditanyakan oleh tim dari Komnas HAM. Termasuk pemecatan jika melanggar kode etik dan pedoman perilaku.
"Apabila dia melanggar kode etik dan dia tidak perform melaksanakan tugasnya, itu sebagai poin-poin yang bisa dilakukan, misalnya pemecatan," jelasnya.
"Jadi pemecatan itu ada background dan harus ada auditnya. Di KPK ada pengawas internal, apabila melanggar kode etik apa buktinya melanggar, apabila tidak bisa mencapai kinerjanya, apa buktinya. Apabila dia melanggar hukum, maka ada hal-hal yang dieksplore atau digali apa pelanggaran hukum yang dilakukan pegawai KPK," imbuhnya.
Baca juga:
- Belasan Anggota DPR COVID-19, Aktivitas di Parlemen Dibatasi Hanya 25 Persen, Rapat Komisi Virtual
- Bambang Brodjonegoro Laris Manis, Terbaru Ditunjuk Jadi Komisaris di Perusahaan Milik Luhut Pandjaitan, TBS Energi Utama
- Masih Pandemi COVID-19, Pemerintah Geser Libur Nasional dan Tiadakan Cuti Bersama Natal 2021
- Kendalikan Lonjakan Kasus COVID-19, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Lockdown
Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah sebelumnya Komnas HAM memeriksa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 17 Juni. Dalam pemeriksaan tersebut, ada sejumlah hal yang disampaikan terkait pelaksanaan TWK termasuk dasar hukumnya.
Saat itu, dia menjelaskan tentang pelaksanaan TWK hingga pelantikan pegawai mereka sebagai ASN yang didasari Perkom Nomor 1 Tahun 2020.
Tak hanya itu, Ghufron menyatakan pelaksanaan TWK ini bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal ini juga didasari oleh peraturan komisi yang disebutkannya tersebut.
"Berdasarkan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 pasal 5 ayat 4 bahwa pelaksanaan tes wawasan kebangsaan dilaksanakan KPK kerja sama dengan BKN, itu dasar pelaksanaannya," tegas usai diperiksa, Kamis, 17 Juni.
Ghufron kemudian merinci pelaksanaan TWK dilakukan pada Maret 2021 sampai akhirnya diangkat menjadi ASN pada 1 Juni 2021 lalu. Sebanyak 1.271 pegawai KPK telah dilantik sementara 75 pegawai KPK tidak dilantik karena tidak memenuhi syarat TWK.
"Jadi kami menjelaskan kepada Komnas HAM berkaitan dengan legal standing, dasar hukum kewenangan, kemudian kebijakan regulasi, dan pelaksanaan dari alih pegawai KPK ke ASN yang telah dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2021," ungkap dia.