Periksa Nurdin Abdullah, KPK Dalami Penerimaan Uang Gratifikasi

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah sebagai saksi untuk mantan anak buahnya, Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat. 

Dalam pemeriksaan ini, ada sejumlah hal yang didalami oleh penyidik KPK. Salah satunya terkait penerimaan gratifikasi yang dilakukannya melalui tangan anak buahnya tersebut.

"Tersangka NA diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ER. Dia dikonfirmasi antara lain terkait dugaan penerimaan berbagai gratifikasi dalam bentuk uang melalui tersangka ER," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 9 Juni.

Selain itu, KPK juga telah memeriksa lima saksi pada Selasa, 8 Juni lalu di mana empat diantaranya yang merupakan pihak swasta yaitu Mega Putra Pratama, Andi Kemal Wahyudi, Rober Wijaya, dan Petrus Yalim didalami terkait penerimaan uang yang dilakukan Nurdin dari beberapa pihak setelah mendapatkan proyek dan penerimaan gratifikasi.

"Sementara Andi Sahwan, PNS, dikonfirmasi antara lain terkait dengan paket pekerjaan proyek pada Dinas Binamarga Pemprov Sulsel," ungkap Ali.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Nurdin Abdullah sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.

Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Saat menjabat sebagai Gubernur Sulsel, Nurdin diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. 

Suap dan gratifikasi itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.

Akibat perbuatannya Nurdin dan Edy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.