Kasus Tanjungbalai, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Dilaporkan Novel Baswedan dkk ke Dewas

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan Rizky Anungata, serta eks Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko melaporkan wakil ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. 

Laporan itu dilayangkan pada Selasa, 8 Juni. Pelaporan ini dilakukan atas dugaan keterkaitan Lili dengan kasus yang menyeret mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. 

"Kejadian seperti ini membuat KPK sangat terpuruk dan sangat tidak lagi dipercayai publik," kata Sujanarko kepada wartawan melalui keterangan tertulis pada Rabu, 9 Juni.

Ada dua dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan. Pertama, dia diduga menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial. 

"Atas dugaan perbuatan tersebut, LPS diduga melanggar prinsip integritas yaitu pada Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," ungkapnya.

Kedua, Lili diduga menggunakan posisinya sebagai pimpinan menekan Syahrial untuk menyelesaikan urusan kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis, di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjungbalai. 

Atas dugaan perbuatan kedua tersebut, Lili diduga melanggar prinsip integritas yaitu pada Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. 

Dalam proses ke depan, penyidik Rizka Anungnata menyatakan kesediaannya sebagai saksi. Alasannya, dia memiliki banyak informasi terkait dengan dugaan pelanggaran tersebut. 

"Berdasarkan hal tersebut sudah sepantasnya kami menduga atau setidaknya patut menduga telah terjadi pelanggaran etik yang dilakukan oleh LPS," ungkapnya.

Selanjutnya, jika memang tak terbukti, penyidik KPK Novel Baswedan meminta dewan pengawas mengumumkan kepada publik. Dengan begitu KPK menurutnya akan bebas dari stigma adanya kebiasaan yang tidak benar dalam penanganan perkara. 

"Ini penting dan berdampak besar bagi keberlangsungan KPK dan merupakan isu yang menyangkut roh dan jiwa, harkat dan martabat KPK sebagai lembaga penindakan tindak pidana korupsi," pungkasnya.