KPK Dalami Dugaan Gubernur Anies Baswedan Rekomendasikan Tanah di Munjul
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami dugaan pemberian rekomendasi terhadap sejumlah bidang tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pendaman ini terkait kasus dugaan korupsi dalam proses pengadaan tanah yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp152,5 miliar.
"Tentu kami masih melakukan pendalaman (terhadap dugaan rekomendasi, red). Kita tidak akan melakukan pemanggilan terhadap seseorang tanpa ada dari pemeriksaan sebelumnya," kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers yang dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Juni.
Sehingga, untuk kebutuhan pengusutan kasus ini, KPK akan segera memanggil dan memeriksa pihak-pihak yang diduga mengetahui pengadaan tanah oleh BUMD Perumda Pembangunan Sarana Jaya tersebut.
"Kami penyidik pasti akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak sebagaimana yang disampaikan, ada pemanggilan terhadap Plh Sekretaris Daerah, kemudian ada BPKD, dan inspektorat. Ini merupakan upaya menggali, menemukan, dan memperjelas perkaranya," ungkap Budi.
Diberitakan sebelumnya, KPK menahan dua orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene.
Selain itu, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian sebagai tersangka dan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi. Hanya saja, Tomy belum ditahan.
Kasus ini bermula saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah.
Selanjutnya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.
Dari kerja sama ini, pada 8 April 2019 lalu, disepakati penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor Perumda Sarana Jaya. Tanda tangan ini dilakukan antara pihak pembeli yaitu Yoory dan Anja Runtuwene.
Selanjutnya, masih di waktu yang sama tersebut, dilakukan pembayaran sebesar 50 persen atau sekitar sejumlah Rp108, 9 miliar ke rekening bank milik Anja pada Bank DKI. Berikutnya, atas perintah Yoory, pembayaran berikutnya dilakukan sebesar Rp43,5 miliar.
Baca juga:
- Menhan Prabowo: Alutsista Sudah Tua Harus Diganti
- Polri Ungkap Kasus Penipuan Modus Obligasi Puluhan Miliar, Sita Mobil Jeep-CRV hingga Uang Asing Palsu
- Puan Maharani Wanti-wanti Pengadaan Alutsista Harus Sesuai Kebutuhan, Bukan Barang Bekas
- Diperiksa Polisi Berjam-Jam, Roy Suryo Jelaskan Unggahan Lucky Alamsyah yang Menyinggung
Namun, dalam proses pengadaan tanah tersebut, Perumda Sarana Jaya diduga melakukan tindakan penyelewengan seperti tak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait.
Selain itu, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.