Guru SDN Jakarta Sebar Hoaks Palestina-Presiden Belum Diberi Sanksi

JAKARTA - Pejabat Humas Dinas Pendidikan DKI Taga Radja Gah mengaku pihaknya belum memberi sanksi terhadap guru yang menyebar isu hoaks soal Palestina dan presiden lewat grup WhatsApp.

"Belum, belum ada (sanksi)," kata Taga saat dikonfirmasi, Kamis, 27 Mei.

Taga menyebut, pihak yang memutuskan pemberian sanksi bagi guru menjadi wewenang bidang Pembinaan dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK). 

Namun, saat ini PTK masih fokus mempersiapkan pemerimaan peserta didik baru (PPDB) DKI tahun ajaran 2021.

"Saya belum ada kabar karena PTK lagi fokus PPBD untuk prapendaftaran," ungkap Taga.

Diketahui sebelumnya, seorang guru SD negeri menyebarkan pesan lanjutan (forward) soal hoaks Palestina dan Presiden dalam grup WhatsApp "Guru se DKI Jakarta G4".

"Sertifikat izin masuk dari pemerintah Palestina tahyn 1935 untuk Simon Perez sebagai cleaning Service. Puluhan tahun kemudian, ia menjadi PM Israhell (Israel) dan mendzolimi serta membantai bangsa Palestina. Mirip dg Cina masuk ke Indonesia unskill labor bertahun2 tinggal di Indonesia tahu2 jadi presiden," tulis isi pesan tersebut.

Setelah ramai, Terpisah, oknum guru yang menyebarkan kabar hoaks tersebut dipanggil oleb PTK. Guru tersebut mengakui perbuatannya salah dan menyesal. Meskipun, pembelaannya hanya meneruskan informasi yang ia dapat dan tidak ada niat menghina Presiden.

"Ternyata memang dia menyesali betul bahwa itu tidak benar. Dia tidak ada niatan untuk menghina Presiden. Kedua, itu bukan tulisan dia, tetapi dia hanya ngeshare saja. Intinya, dia melakukan itu tidak benar dan mengakui itu tindakan tidak tepat," ucap Humas Dinas Pendidikan DKI Taga Radja Gah.

Kasus ini membuat Anggota Komisi E DPRD DKI Ima Mahdiah gusar. Ima mendapat laporan dari Dinas Pendidikan DKI menyebut sang guru sudah menyampaikan permintaan maaf berserta tanda tangan di atas materai. 

Tapi, Ima meminta Nahdiana memberi sanksi kepada guru PNS tersebut. Sebab, pemberian sanksi bisa menimbulkan efek jera dan mencegah munculnya penyebaran berita bohong lain.

"Seorang guru kok bisa sampai menyebarkan hoaks. Kita juga prihatin dan peduli dengan kejadian di Palestina. Tetapi enggak dibenarkan juga kalau kita menyebarkan hoaks," ujarnya.

"Ini harus ada efek jera biar tidak menimbulkan hoaks-hoaks lainnya. Apalagi dia tenaga pendidik yang akan dicontoh oleh siswa-siswi. Kalau disebarkan hoaks terus kan makin enggak benar saja kita punya generasi bangsa," tambah Ima.