Mempertanyakan Ketidakwajaran Perbandingan Kasus Positif dan ODP di DKI
JAKARTA - Ada yang tidak wajar dari perbandingan atau rasio antara data perkembangan kasus terkonfirmasi positif coronavirus disease 2019 (COVID-19) dan orang dalam pemantauan (ODP) di DKI Jakarta.
Untuk diketahui, kasus positif adalah orang yang telah dinyatakan terinfeksi COVID-19 oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), berdasarkan hasil pemeriksaan uji spesimen cairan liur polymerase chain reaction (PCR). Mereka mendapat perawatan di rumah sakit atau melakukan isolasi mandiri di rumah.
Sementara, ODP adalah orang dengan gejala demam di atas 38 derajat celsius atau pernah ada riwayat demam dan ISPA tanpa pneumonia, serta memiliki riwayat perjalanan dari wilayah yang tercatat memiliki kasus COVID-19.
ODP juga bisa tidak menunjukkan gejala (tampak sehat), tetapi pernah memiliki kontak erat dengan pasien positif COVID-19. Status ODP ditentukan oleh petugas kesehatan setempat.
Yang jadi pertanyaan, rasio antara kasus positif COVID-19 dan ODP di provinsi yang memiliki kasus terbanyak se-Indonesia ini terbilang kecil, bila dibandingkan dengan provinsi lain. Per 2 Mei 2020, kasus positif di DKI sebanyak 4.355 dan ODP sebanyak 8.317. Artinya, rasio positif dan ODP 1:2.
Baca juga:
Sementara, di Jawa Timur, kasus positif sebanyak 1.038 dan ODP sebanyak 19.767, artinya rasio positif dan ODP 1:19. Di Jawa Barat, kasus positif sebanyak 1.012 dan ODP sebanyak 8.533, artinya rasio positif dan ODP 1:8 di Sulawesi Selatan, kasus positif sebanyak 577 dan ODP sebanyak 2.867, artinya rasio positif dan ODP 1:4.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Syahrizal Syarif menganggap rasio positif dan ODP di DKI tak masuk akal jika dibandingkan dengan provinsi lain yang juga memiliki kasus dalam jumlah besar di Indonesia.
"Rasanya kurang masuk akal jika rasio perbandingan positif dan ODP di DKI 1:2. Sebab, ODP menggambarkan besarnya kelompok berisiko COVID-19 dan kasus positif di DKI jumlahnya kan besar," ucap Syarif kepada VOI, Sabtu, 2 Mei.
Asumsi Syarif, kemungkinan penyebab kecilnya rasio positif dan ODP karena ada perbedaan standarisasi penetapan ODP antara Dinas Kesehatan DKI dengan provinsi lain.
"Saya khawatir pendefinisian tentang ODP tidak sama dimengerti oleh pejabat atau tenaga kesehatan yang berwenang antara DKI dengan provinsi lain. Coba saja lihat beda jumlah ODP di DKI dengan daerah lain di Jawa dan luar Jawa yang ODP-nya tinggi," kata Syarif.
"Jika mengacu pada pedoman Kemenkes, ODP adalah orang yang bergejala seperti demam. Namun, ada juga ODP yang sering juga diartikan tanpa gejala," tambah dia.
Tim VOI coba mengonfirmasi hal ini kepada jajaran Dinkes DKI, yakni Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Ani Ruspitawati dan Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dwi Oktaviani.
Keduanya menyatakan akan mencoba menelusuri data rasio positif dan ODP. Namun, hingga artikel ini ditayangkan, belum ada konfirmasi lanjutan dari jajaran Dinkes DKI.