Bagikan:

JAKARTA - Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mempertanyakan dasar pernyataan Achmad Yurianto soal 80 persen kasus positif di Indonesia merupakan orang tanpa gejala (OTG). Sebab, selama penanganan COVID-19 belum pernah ada data terkait hal tersebut.

"Saya mempertanyakan dasar bukti pernyataan jubir (Achmad Yurianto) yang menyatakan bahwa 80 persen kasus positif di Indonesia berasal dari orang-orang yang tanpa gejala," ucap Syahrizal kepada VOI, Selasa, 9 Juni.

Sebab, dalam penanganan COVID-19, kata Syahrizal, selama ini pemerintah melalui para tenaga kesehatan hanya memeriksa spesimen masyarakat yang masuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).

Sehingga, jika memang benar angka 80 persen kasus positif merupakan OTG, hal ini perlu dibuktikan dengan data hasil pemeriksaan sepesimen dari orang-orang yang tak memperlihatakan gejala COVID-19.

"Dasar pemeriksaannya yang mana? Kan pemerintah hanya memeriksa spesimen ODP dan PDP. Kan tidak pernah memeriksa spesimen OTG. Karena selama ini tidak ada informasi bahwa pemerintah pemeriksa spesimen OTG," kata Syahrizal.

Kata dia, jika memang terbukti, maka hal tersebut merupakan informasi baru terkait COVID-19. Tentu hal itu pun sangat bersiko terdinya penyebaran virus yang semakin masif.

"Jika benar ada buktinya, maka hal ini merupakan informasi baru terkait patogenitas virus sars-cov2," tegas Syahrizal.

Kasus OTG tebanyak hanya 51 persen

Namun, jika membandingkan dengan kasus lainnya, persentase terbesar ditemukan pada kasus Kapal Diamond Princess. Sebanyak 51 persen kasus Asymtomatic atau orang tanpa gejala yang ditemukan di kasus tersebut. Kasus Asymtomatic merupakan kelompok OTG yang dinyatakan positif COVID-19 berdasarkkan hasil laboratorium PCR.

"Pemeriksaan terhadap crew dan penumpang kapal pesiar Diamond Princess mendapat angka kasus asymtomatic 20 sampai 51persen," ungkap Syahrizal.

Kemudian, di urutan ke dua kasus Asymtomatic terbanyak berada di negara Vietnam dengan persentase 36,9 persen. Sehingga, jika di Indonesia mencapai 80 persen, maka data terkait hal itu harus dibuktikan.

"Mohon jubir memberikan dasar bukti pemeriksaannya," pungkas Syahrizal.