Jokowi Optimis 2021 Jadi Tahun Pemulihan, Meski Tak Bisa Pastikan Kapan COVID-19 Berakhir
JAKARTA - Presiden Joko Widodo optimmis 2021 akan menjadi tahun pemulihan bagi Indonesia dari pandemi virus corona atau COVID-19, sehingga ini harus dipersiapkan dengan baik oleh seluruh jajarannya.
"Saya optimis tahun 2021 adalah tahun recovery, pemulihan, dan rebound," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2020 yang disiarkan melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 30 April.
Katanya, persiapan pemulihan ini mesti segera dilaksanakan, sehingga bukan hanya fokus soal penanganan virusnya saja.
"Saya lihat negara yang jadi pemenang, bukan hanya negara yang cepat bukan hanya negara yang cepat menghadapi COVID tapi juga negara yang cepat melakukan pemulihan, cepat melakukan recovery," jelasnya.
Baca juga:
Jokowi mengatakan, pandemi ini harus bisa jadi langkah untuk memperbaiki sistem yang ada di Indonesia. Di antaranya, sektor kesehatan. Selama pandemi COVID-19, sektor industri kesehatan sangat bergantung dengan luar negeri karena 95 persen bahan baku yang dibutuhkan mesti impor.
"Industri farmasi, bahan baku obat kita sampai saat ini masih impor. 95 persen masih impor. Alat-alat kesehatan, ada tidak? Apa saja yang kita beli? Semuanya kelihatan," ungkapnya.
"Lalu bagaimana dengan tenaga medis, rasio dokter, rasio dokter spesialis, perawat, apa cukup menghadapi situasi seperti saat ini," imbuhnya.
Selain itu, ada juga kendala di rumah sakit, seperti jumlah tempat tidur, dan laboratorium. Padahal, Indonesia bukan hanya harus menghadapi bahaya virus corona saja, tapi juga TBC atau tuberkolosis. Indonesia adalah negara ketiga setelah India dan China dengan jumlah pasien TBC terbanyak.
"Ini semuanya harus kita hitung karena kita lihat pentingnya health security di masa yang akan datang. Kejadian pandemi COVID-19 menyadarkan kita betapa pentingnya health security," ungkap dia.
Sektor lain yang mesti dibenahi adalah pangan. Apalagi, kata Jokowi, Food and Agriculture Organization (FAO) telah memperingatkan bahaya krisis pangan dan bencana kelaparan.
Karenanya, Jokowi meminta harus ada strategi yang lebih baik dari sebelumnya untuk menghadapi masalah di sektor pangan.
"Ketersediaan pangan, food security sangat penting bagaimana dengan kesiapan produksi pangan, kesiapan industri pasca-panen, efisiensi rantai pasok harus kita lihat lagi dan kita harus menyiapkan strategi yang lebih besar," kata dia.
Dia paham betul, semua sektor telah bekerja dalam kondisi tertekan. Tapi, kerja sama pemerintah pusat dan daerah juga mesti bersinergi dengan kuat.
Meski begitu, Jokowi belum bisa memastikan pandemi COVID-19 berakhir di Indonesia. "Memang belum ada kepastian kapan ini berakhir. Tiap ahli punya hitungan berbeda mengenai pandemi COVID-19," kata Jokowi.
Dia mengatakan, beberapa negara maju yang mengklaim sudah menjalani masa pemulihan, kini malah mengalami gelombang kedua penyebaran virus tersebut.
Karena itu, belajar dari kejadian ini, Jokowi ingin jajarannya segera membuat skenario menghadapi COVID-19 dengan tingkat ringan, sedang, hingga berat. Tiga skenario ini yang akan menjadi langkah mitigasi pemulihan setelah bencana non-alam ini berakhir.
"Kita siapkan mitigasi dampak kesehatan maupun ekonomi," tegasnya.
Di tengah pandemi ini, Jokowi melakukan penyesuaian target pembangunan dengan melaksanakan realokasi dan refocusing anggaran belanja secara besar-besaran. "Kita geser prioritas pada tiga hal, bidang kesehatan, jaring pengaman sosial bagi masyarakat miskin, serta stimulus ekonomi agar pelaku usaha bisa bertahan dan mencegah terjadinya PHK," jelasnya.
Beberapa waktu lalu, Jokowi sempat menyatakan optimismenya, pandemi COVID-19 akan berakhir di akhir tahun 2020 mendatang. Sementara Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan, pemerintah punya target masyarakat Indonesia akan kembali hidup normal di bulan Juli 2020. Tapi, hal ini akan terwujud jika semua masyarakat mengikuti protokol kesehatan di tengah pandemi.