Heboh Kerumunan di Pantai Karang Hawu Sukabumi, Ini Ulasan Tika Bisono

JAKARTA – Kerumunan di lokasi wisata kembali terjadi di Pantai Karang Hawu, Sukabumi, Jawa Barat Minggu 23 Mei. Video suasana kerumunan di pantai ini sempat beredar di media sosial. Dan polisi pun bergerak cepat membubarkan kerumunan. Psikolog Tika Bisono punya ulasan dan analisa menarik soal kerumunan yang kembali terjadi ini.

Kerumunan yang terjadi di pantai Karang Hawu ini tersiar melalui akun media sosial. Salah satunya dari akun instagram @lambe_turah. Dalam postingan itu terlihat seperti apa kerumunan yang terjadi di pantai dan tindakan yang dilakukan oleh kepolisian setempat untuk meminta kepada pengunjung pantai meninggalkan lokasi.

Sebelumnya sempat terjadi kerumunan di lokasi wisata Pelabuhan Ratu Sukabumi dan Ancol, Jakarta. Seperti biasa, setelah persoalan ini viral di media massa dan media sosial, pemerintah setempat bertindak cepat. Anies Baswendan menutup beberapa lokasi wisata di Jakarta seperti di Taman Impian Jaya Ancol, TMII dan Kebun Binatang Ragunan.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tak mau ketinggalan. Ia juga menginstruksikan agar kawasan wisata  Pangandaran dan beberapa lokasi lainnya seperti Kawah Putih juga ditutup untuk kunjungan wisatawan. Tapi mengapa Pantai Karang Hawu tetap terbuka untuk kunjungan wisatawan. Inilah yang menjadi pertanyaan banyak pihak.

Menurut psikiolog Tika Bisono, pada dasarnya manusia itu adalah mahkluk sosial. Dia tidak bisa hidup sendirian. “Secara psikologi manusia itu adalah social animal, dia tidak bisa hidup soliter (sendirian). Kencendrungan untuk bersosialiasi ada pada semua manusia yang normal. Hanya yang tidak normal (skizofrenia) saja yang soliter dan itu biasanya diungsikan di rumah sakit jiwa,” katanya kepada VOI yang menguhubunginya Minggu, 23 Mei.

 

 

 

 

 

Lihat postingan ini di Instagram

Sekarang ini, lanjut Tika, kita masih berada dalam kondisi sulit. Pandemi corona belum melandai. Semua pihak mustinya tetap dengan kewaspadaannya. Belakangan masyarakat kita terpolarisasi dalam dua kelompok besar. Kelompok yang selamat dan ingin selamat dan kelompok yang tidak selamat dan terkena COVID-19.

“Seruan jangan berkerumun yang tadinya powerfull lama-lama tidak powerfull lagi. Ada sikap apatis dari sekompok masyarakat kita. Mereka pasrah kalau kena COVID-19 itu sudah takdir. Nah kalimat seperti ini mustinya disikapi oleh negara,” tegas Tika yang juga seorang penyanyi ini.

Caranya negara mengerahkan aparatnya baik sipil maupun militer untuk melakukan Tindakan tegas pada siapa saja yang melanggar aturan. “Kalau polisi sudah tak mempan turunkan saja tentara untuk menjaga lokasi wisata yang ditutup. Kalau tidak dengan tangan besi aturan ini akan selalu dilanggar. Lihat saja negara yang berhasil menghadapi COVID-19, mereka tegas, itu kuncinya,” kata Tika Bisono.

Masyarakat dalam kasus kerumunan yang terjadi di Pantai Karang Hawu ini, lanjut Tika tidak  bisa disalahkan sepenuhnya. Soalnya setelah sekian lama terkurung, masyarakat juga ingin berlibur, ternyata di antara sekian tempat wisata ada yang masih buka. Setelah heboh baru aparat membubarkan kerumunan.

Negara menurut Tika harus tegas dalam menerapkan prokes dan pembatasan yang berhubungan dengan penanggulangan COVID-19. “Kemarin menjelang lebaran saya lihat sudah bagus penerapan pembatasan mudik. Prosentase orang yang mudik menurun drastis. Tapi itu menurut saya kurang lama,” tegasnya sembari menambahkan semua lokasi berpotensi yang menimbulkan harusnya ditutup sebagai langkah antisipasi.

Pemerintah dalam pandangan Tika masih kendor dalam mengatasi persoalan COVID-19 ini. “Indonesia itu yang saya lihat masih kendor dalam penegakan hukum untuk penanggulangan COVID-19. Coba cek ada engga kepala daerah yang mendapat sanksi saat ada kasus kerumunan misalnya? Kalau itu ada pasti akan membuat yang lain sigap dan tak mau daerahnya kecolongan yang bisa berakibat dia terkena sanksi atau jabatannya hilang misalnya,” kata Tika Bisono.