Data Pemerintah Indonesia 'Digugat' Pusat Penelitian AS, COVID-19 Lebih Gawat dari yang Diumumkan?

JAKARTA - Data pemerintah soal angka kematian kasus COVID-19 di Indonesia dipertanyakan. The Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memprediksi realitas kematian dan data-data lain terkait COVID-19 Indonesia melebihi laporan data otoritas.

IHME adalah pusat penelitian kesehatan global independen di Washington University, Amerika Serikat (AS). Menurut catatan IHME, pada 22 Mei, misalnya, angka kumulatif kematian mencapai 123.533.

Versi pemerintah, angkanya 49.205. Dengan kata lain ada perbedaan 2,5 kali lipat antara data IHME dengan pemerintah Indonesia. IHME juga memproyeksi penambahan kasus kematian COVID-19 harian di Indonesia sebanyak 319 kasus.

Sementara, menurut data pemerintah, angka kematian harian Indonesia adalah 132 kasus pada periode waktu yang sama. Dalam catatannya, IHME turut memproyeksi situasi pandemi di Indonesia pada 1 September 2021, di mana angka kematian bisa mencapai 279.780 kasus.

Itu bukan skenario terburuk. Yang terburuk, IHME memprediksi angka kematian mencapai 351.995 di tanggal yang sama.

Selain kematian, IHME juga memberi perbandingan kasu sebaran COVID-19 di Indoneia. Merujuk waktu yang sama, yakni 22 Mei, IHME memprediksi kasus sebaran mencapai 67.006 kasus dalam sehari, yang dalam prediksi terburuknya mencapai 70.453 kasus.

Lagi-lagi angka ini berbeda jauh dengan versi pemerintah. Dalam data pemerintah, tercatat kasus harian COVID-19 bertambah 5.296 kasus dari hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap 41.765 orang.

Dilansir CNN, rincian angkanya adalah 22.338 orang diperiksa menggunakan PCR swab, 298 orang tes cepat molekuler, dan 19.129 orang menggunakan rapid test antigen. Hingga saat ini 'golden standard' pemeriksaan COVID-19 di Indonesia adalah melalui PCR swab.