Noam Chomsky dan Norman Finkelstein, Intelektual Yahudi yang Paling Frontal Membela Palestina

JAKARTA - Upaya sistematis Israel untuk mengubur narasi pembebasan Palestina berjalan hampir di setiap lini. Mulai dari media arus utama barat, media sosial, sampai di dunia akademis. Mereka ngotot untuk menghapus Palestina dalam tataran intelektual. Namun, setidaknya ada dua intelektual yang suaranya lantang melawan, sehingga narasi pembela Palestina kian membesar di Barat: Noam Chomsky dan Norman Finkelstein. Dan mereka adalah seorang Yahudi.

Upaya Israel untuk membungkam suara para pendukung Palestina begitu nyata. Mulai dari penghapusan narasi pro-Palestina di media arus utama, sampai melakukan praktik digital apartheid. Bahkan upaya pembungkaman sistematis itu terjadi di dunia akademis. 

Cendekiawan Nahdatul Ulama (NU), Ulil Abshar Abdallah lewat akun Twitternya menceritakan bagaimana para intelektual Barat yang mendukung Palestina mendapat penjegalan. Salah satunya adalah Norman Finkelstein yang gagal meraih jabatan profesor tetap karena membela Palestina. 

Semua bermula ketika pada 2003 Alan Dershowitz, profesor di Harvard Law School yang dikenal sebagai pembela fanatik Israel di Amerika menerbitkan sebuah buku bertajuk A Case for Israel. Buku ini kerap dijadikan rujukan utama bagi para pembela Israel. 

Setelah terbit, muncul resensi yang menyanggah dengan keras argumen-argumen dalam buku Dershowitz. Tulisan itu menyebut buku Dershowitz merupakan sebuah kebohongan, palsu, plagiarisme, dan omong kosong. Penulisnya tak lain adalah Norman Finkelstein. 

Tuduhan plagiarisme yang dilontarkan Finkelstein membuat Dershowitz geram. Darah semakin naik ke kepala ketika argumen Finkelstein dibukukan pada 2005. Buku berjudul Beyond Chutzpah: On the Misuse of Anti-Semitism and the Abuse of History itu dibuat khusus untuk menyanggah buku Dershowitz. 

Dari sinilah skandal dimulai. Sebelum buku Finkelstein terbit, Dershowitz sempat berusaha untuk membatalkan buku tersebut dengan bersurat ke penerbitnya. Ia mengancam akan menggugat hukum. Namun penerbit berkeras meluncurkan buku itu. 

Kemudian skandal berikutnya yang lebih memalukan dilakukan Dershowitz. Pada 2006, dirinya bersurat ke DePaul University, Chicago tempat Finkelstein mengajar. "Dershowitz meminta agar pihak universitas tidak memberikan 'tenure' (jabatan profesor tetap) kepada Finkelstein," kata Ulil. 

Awalnya, pihak departemen ilmu politik dan fakultas College of Liberal Arts and Sciences tempat Finkelstein mengajar sudah setuju merekomendasikannya untuk mendapatkan tenure. Namun di tingkat universitas, keputusan itu ditolak.

Norman Finkelstein (Sumber: Wikimedia Commons)

"Praktek yg dilakukan Dershowitz ini jelas memalukan, karena mengintervensi urusan internal universitas lain dlm pengangkatan seorang profesor. Pihak fakultas melayangkan surat ke Harvard tempat mengajar Dershowitz; mengungkapkan kemarahan atas intervensi ini," tulis Ulil. 

Apa yang terjad pada Finkelstein bukan peristiwa tunggal. Sejumlah profesor di Amerika dan Kanada gagal meraih jabatannya karena mendukung Palestina. Dan ini menurut Edward Said, aktivis pro Palestina yang menggemparkan dunia akademis pada akhir tahun 80-an, menjadi salah satu tantangan terberat Palestina. Said adalah salah satu orang yang melawan kampanye sistematis Israel untuk melakukan penghapusan Palestina dalam representasi intelektual.

Finkelstein adalah salah satu intelektual Yahudi yang membela Palestina. Bidang penelitian utamanya adalah konflik Israel–Palestina dan politik Holocaust karena termotivasi oleh pengalaman orang tuanya yang merupakan korban selamat Holocaust. 

Finkelstein merupakan lulusan Universitas Binghamton dan mendapatkan gelar Ph.D di bidang ilmu politik dari Universitas Princeton. Ia memegang jabatan fakultas di Brooklyn College, Universitas Rutgers, Hunter College, Universitas New York, dan Universitas DePaul.

Kemudian setelah perselisihan antara dirinya dan Dershowitz terjadi, pada 2007 masa bakti Finkelstein di DePaul dihentikan. Sebelumnya ia dikenai cuti administratif untuk tahun akademik 2007-2008, dan pada 5 September 2007, ia mengundurkan diri. 

Noam Chomsky

Selain Finkelstein, intelektual Yahudi pembela Palestina yang suaranya lantang adalah Avram Noam Chomsky atau Noam Chomsky. Pria kelahiran Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, 7 Desember 1928 ini adalah seorang profesor linguistik dari Institut Teknologi Massachusetts. Ide-idenya mengenai linguistik menandai perkembangan linguistik modern. Tak heran bila ia mendapat julukan Bapak Linguistik Modern. 

Kepakarannya di bidang linguistik mengantarkannya pada studi politik. Sedikitnya Chomsky sudah menulis 30 buku politik beragam tema. 

Namanya semakin terkenal setelah sejak 1965 menjadi salah satu tokoh intelektual yang paling kritis terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Buku-buku politiknya kerap dianggap terlalu radikal untuk dibahas di ruang publik AS. 

Dan Chomsky juga dikenal sebagai salah satu intelektual Amerika Serikat yang berani berkonfrontasi secara langsung, menentang pencaplokan Israel atas tanah Palestina. "Satu tanah dengan dua negara, ini merupakan esensi utama masalah Israel-Palestina" katanya dalam buku The Chomsky Reader.

Noam Chomsky (Sumber: Wikimedia Commons)

Chomsky dibesarkan di tengah keluarga berpendidikan tinggi. Ayahnya Dr William Zev Chomsky dikenal sebagai ahli gramatika bahasa Ibrani. Sementara ibunya bernama Elsie Simonofksy. 

Pada usia 12 tahun, Chomsky sudah membaca salah satu karya berat ayahnya tentang tata bahasa Ibrani abad ke-13. Selain memperkenalkan bahasa dan warisan budaya leluhurnya, Yahudi, ayah Chomsky juga memperkenalkan tradisi intelektual yang kelak melekat dalam diri Chomsky.

Chomsky mewarisi kebebasan intelektual dari ayahnya. Sementara ibunya memiliki kecenderungan terhadap aktivisme antikemapanan yang menekankan pentingnya keseimbangan untuk bertindak sebagai pemikir sekaligus aktivis. 

Mungkin pendidikan sejak dini dari orang tuanya itulah yang membentuk Chomsky menjadi seorang yang cenderung beraliran sosialis libertarian dan punya naluri dan basis pemikiran yang kuat untuk membela hak asasi manusia. Untuk itulah ia menjadi salah satu orang yang membela Palestina.  

BERNAS Lainnya