Asupan Pengetahuan tentang Kota Padang untuk Pak Jokowi yang Kerap Keliru Ucap

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Padang sebagai provinsi ketika memberi sambutan di tengah proyek pembangunan Tol Trans Sumatra, ruas Pekanbaru-Bangkinang. Artikel ini untuk Sang Presiden, supaya beliau tahu.

Mengutip tayangan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 19 Mei, Jokowi memaparkan progres pembangunan tol Trans Sumatra. Sudah mencapai kurang lebih 40 kilometer, kata Jokowi.

"Sekali lagi, dengan terbukanya banyak ruas-ruas jalan tol, kita harapkan mobilitas barang mobilitas orang bisa dipercepat dan kita memiliki daya saing tinggi terhadap negara-negara lain dan produk-produk yang ada baik yang ada di Provinsi Riau dan Provinsi Padang nantinya akan memiliki daya saing yang baik terutama dalam rangka dalam bersaing dengan produk-produk negara lain," tutur Jokowi.

Tentang Kota Padang

Kota Padang adalah Ibu Kota Provinsi Sumatra Barat. Letak geografisnya berada di pantai barat pulau Sumatera, di antara 0o44’ dan 01o08’ Lintang Selatan serta antara 100o05’ dan 100o34’ Bujur Timur.

Berdasarkan PP Nomor 17/1980, luas Kota Padang tercatat 694.96 km2 atau 1,65 persen dari luas Provinsi Sumatra Barat. Kota Padang terdiri dari sebelas Kecamatan. Geografis wilayah Kota Padang terdiri dari 51,01 persen hutan lindung dan 7,35 persen bangunan serta perkarangan. Sisanya adalah lahan pertanian serta pemukiman.

Kota Padang juga memiliki 19 pulau besar dan kecil. Ketinggian wilayah Kota Padang cukup bervariasi, antara 0–1853 m dpl. Dilalui oleh 5 sungai besar dan 16 sungai kecil. Suhu rata-rata Kota Padang tercatat cukup rendah setiap tahunnya, dengan tingkat kelembaban suhu berkisar antara 81–88 persen.

Sejarah Kota Padang

Dikutip dari situs resmi Pemerintah Kota Padang, sepanjang VOC berkuasa --tahun 1602 sampai 1799, kota ini adalah tempat bertemunya berbagai etnis dan latar budaya, bahasa, serta agama. Tulisan-tulisan ahli sejarah menyebut Kota Padang sebagai basis kekuatan dagang dan militer Belanda di abad ke-18 dan 19. 

Pada tanggal 20 Mei 1784, untuk pertama kalinya Belanda menetapkan Kota Padang sebagai pusat kedudukannya dan pusat perdagangan di Sumatra Barat. Tahun 1793 kota ini sempat dijarah dan dikuasai oleh seorang bajak laut dari Prancis yang bermarkas di Mauritius: François Thomas Le Même.

Ia adalah sosok yang keberhasilannya diapresiasi oleh pemerintah Prancis waktu itu. Kemudian pada tahun 1795 Kota Padang kembali diambil alih oleh Inggris. Namun, setelah peperangan era Napoleon, pada tahun 1819 Belanda mengklaim kembali kawasan ini, yang kemudian dikukuhkan melalui Traktat London, ditandatangani pada 17 Maret 1824.

Tahun 1837, Pemerintah Hindia-Belanda menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan wilayah Pesisir Barat Sumatra, yang wilayahnya meliputi Sumatra Barat dan Tapanuli sekarang. Sampai akhir abad ke-18, Kota Padang hanya sekitar Batang Arau, Kampung Cina, Kampung Keling, Pasar Hilir, Pasar Mudik, Pulau Aia, Ranah Binuang, Alang Lawas dan Seberang Padang.

Menjelang masuknya tentara pendudukan Jepang pada 17 Maret 1942, Kota Padang ditinggalkan begitu saja oleh Belanda karena kepanikan mereka. Pada saat bersamaan Soekarno sempat tertahan di kota ini karena pihak Belanda waktu itu ingin membawanya turut serta melarikan diri ke Australia.

Kemudian panglima Angkatan Darat Jepang untuk Sumatra menemuinya untuk merundingkan nasib Indonesia selanjutnya. Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum.

Berita kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kota Padang sekitar akhir bulan Agustus. Namun pada 10 Oktober 1945 tentara Sekutu telah masuk ke Kota Padang melalui pelabuhan Teluk Bayur, dan kemudian kota ini diduduki selama 15 bulan.

Pada 9 Maret 1950, Kota Padang dikembalikan ke tangan Republik Indonesia setelah sebelumnya menjadi negara bagian RIS melalui surat keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) nomor 111.

Pada 29 Mei 1958, Gubernur Sumatra Barat melalui Surat Keputusan Nomor 1/g/PD/1958, secara de facto menetapkan Padang menjadi Ibu Kota provinsi Sumatera Barat, dan secara de jure pada tahun 1975, yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

Kemudian, setelah menampung segala aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat, pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1980, yang menetapkan perubahan batas-batas wilayah Kota Padang sebagai pemerintah daerah.

Melalui ketetapan Gubernur Sumatera Barat tanggal 17 Mei 1946 No 103 Padang ditetapkan menjadi kota besar. Walikota Padang pertama adalah, Mr.Abubakar Ja’ar (1945-1946), menjabat beberapa bulan saja. Mr Abubakar Ja’ar dipindahkan menjadi residen di Sumatera Timur. Selanjutnya Padang dipimpin oleh Bagindo Aziz Chan (1946-1947) yang dikenal sebagai Walikota Pejuang. Beliau gugur tanggal 17 Juli 1947 di tangan penjajah Belanda.

Bukan pertama buat Jokowi

Ini bukan pertama kali Jokowi salah mengidentifikasi wilayah-wilayah administratif di negeri yang ia pimpin. Sebelumnya, akun resmi Facebook Presiden Jokowi juga pernah salah menulis lokasi provinsi, yang seharusnya Sulawesi Selatan ditulis Sulawesi Utara.

Kesalahan itu terjadi pada unggahan tertanggal 5 November 2014. "Hari ini saya melakukan blusukan ke Sulawesi Utara. Ditemani oleh Ibu Negara, Iriana, sekitar pukul 10.00 tadi pagi alhamdulillah saya telah tiba di Makassar dan akan meninjau irigasi serta mengikuti kegiatan panen padi di Sidrap," tertulis dalam unggahan kala itu.

Lainnya, dikutip Tempo, Jokowi juga pernah dikritik warganet karena salah ucap di tengah pidato peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2015. Dalam pidato yang dilakukan di alun-alun Kota Blitar, Jawa Timur, Jokowi menyebut Blitar sebagai tempat kelahiran Presiden Soekarno.

Salah, tentu saja. Soekarno lahir di Surabaya, tepatnya di Peneleh pada tanggal 6 Juni 1901. "Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran Proklamotor kita, hati saya selalu bergetar," kata Jokowi kala itu.

Belum selesai. Di Denpasar, Jokowi juga pernah melakukan kesalahan serupa. Kala itu, Jumat, 22 Maret 2019, Jokowi meresmikan Pasar Badung di Denpasar.

“Seluruh warga Kota Denpasar, khususnya Badung,” ucap Jokowi sebelum peresmian, Jumat, 22 Maret 2019.

Kesalahan itu direspons dengan sorakan. Jokowi kemudian meluruskan, “Seluruh warga Kota Denpasar, khususnya Pasar Badung,” kata Jokowi, yang kemudian disambut tepuk tangan masyarakat yang hadir.

Kala itu Jokowi beralasan, “Saya itu setiap jam ganti provinsi. Setiap jam ganti kabupaten. Setiap jam ganti kota sehingga kadang-kadang eror. Mohon maaf. Tadi pagi masih di Jakarta, siang di Lombok, sore sudah sampai di Denpasar di-uyel-uyel sampai ke depan sini,” katanya kala itu.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH NUSANTARA atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya