Di Balik Buramnya Google Maps Gaza: Kenapa Citra Satelit Penting dan Benarkah Ada Campur Tangan AS?

JAKARTA - Serangan berhari-hari Israel ke Jalur Gaza menimbulkan cerita tentang Google Maps. Fitur pencitraan satelit itu memperlihatkan Jalur Gaza dalam keadaan buram. Para peneliti menyelidiki kondisi ini, mengingat pentingnya pencitraan satelit dalam kondisi semacam ini. Konon AS sempat membuat kebijakan soal pencitraan satelit. Bagaimana pengaruhnya?

Para peneliti menggunakan informasi sumber terbuka (open-source) dan berbagai data lain yang tersedia untuk publik, termasuk data pemetaan. Seluruh sumber dikombinasikan untuk menentukan lokasi serangan dan mendokumentasikan kehancuran di wilayah.

"Fakta bahwa kami tidak mendapatkan citra satelit resolusi tinggi dari wilayah Israel dan Palestina menghambat kerja kami," kata Samir, seorang investigator open-source, dikutip BBC, Rabu, 19 Mei.

Memantau Google Earth, sebagian besar wilayah Israel dan Palestina tampak dalam citra satelit beresolusi rendah, yang bahkan amat sulit melihat mobil-mobil di Kota Gaza. Membandingkan dengan citra satelit yang menampilkan Ibu Kota Korea Utara, Pyongyang, misalnya, wilayah itu tampak jelas.

Tak cuma mobil. Citra satelit Pyongyang menampakkan wujud individu manusia dengan terang. Kita bahkan dapat membedakan satu orang dengan lainnya.

Citra satelit Gaza (Sumber: Google)
Citra satelit Pyongyang (Sumber: Google)

Apa pentingnya citra satelit dalam situasi konflik?

Dalam situasi konflik, citra satelit jadi elemen penting dalam pelaporan. Ketika konfrontasi terbaru pecah antara Israel dan Palestina, banyak penyelidik independen berupaya mengonfirmasi lokasi tembakan rudal serta bangunan-bangunan yang jadi sasaran serangan, baik di Gaza ataupun Israel.

Para penyidik menggunakan satelit untuk melakukannya. "Citra paling baru di Google Earth berasal dari tahun 2016 dan kelihatan jelek sekali," kata jurnalis kolektif dari Bellingcat yang menginvestigasi peristiwa, Aric Toler.

"Saya memperbesar citra beberapa daerah pedesaan di Suriah yang dipilih secara acak, dan sudah ada lebih dari 20 citra yang diambil sejak saat itu, dalam resolusi yang sangat tinggi," tambah dia dalam sebuah kicauan Twitter.

Google sejatinya sempat mengatakan bakal "memperbarui (citra) tempat-tempat padat penduduk secara teratur." Tapi hal itu tak terjadi di Jalur Gaza.

Benarkah ada campur tangan AS?

Pada tahun lalu pemerintah Amerika Serikat (AS) membatasi citra satelit untuk wilayah Israel dan Palestina. Pembatasan ditujukan bagi perusahaan-perusahaan AS secara komersial.

Pembatasan itu diatur dalam Kyl-Bingaman Amendment (KBA), sebuah produk hukum yang dibuat pada tahun 1997 untuk mendukung kepentingan keamanan negara Israel. Di bawah aturan KBA, penyedia citra satelit di AS hanya diizinkan menyediakan citra resolusi rendah, dengan ukuran pixel tidak kurang dari 2m (6ft 6in).

Apa yang terjadi? Sebagai gambaran, penyesuaian itu membuat objek seukuran mobil tampak tak begitu jelas. Dalam kebijakan internasional, markas-markas militer biasanya memang dikaburkan.

Serangan Israel terhadap Palestina (Sumber: Reuters via Antara)

Tapi, selain AS dan KBA-nya, tak pernah ada negara yang campur tangan --dalam hal ini hingga membuat UU-- dalam persoalan itu. Namun kebijakan itu goyang.

Saat perusahaan Prancis, Airbus masuk ke AS, otoritas mendapat tekanan untuk menyediakan citra satelit beresolusi tinggi. Di tahun 2020, AS mencabut UU KBA.

Kini pemerintah AS mengizinkan perusahaan AS menyediakan citra satelit beresolusi tinggi. Ukuran setiap pixel kini bisa berukuran hingga 40 cm, memungkinkan objek seukuran manusia terlihat jelas.

"Motivasi awalnya adalah saintifik," kata Michael Fradley, arkeolog di Universitas Oxford dan seorang akademisi yang berkampanye agar amandemen itu diubah.

"Kami ingin memiliki sumber data yang konsisten untuk proyek kami, jadi kami memerlukan akses ke resolusi tinggi di Wilayah Pendudukan Palestina yang sebanding dengan yang kami gunakan di bagian lain kawasan itu."

Lalu apa yang terjadi?

Jika UU KBA telah dicabut, kenapa Jalur Gaza masih kabur? Menurut laporan BBC yang mengonfirmasi kepada Google, dikatakan bahwa citra yang mereka tampilkan berasal dari banyak penyedia layanan.

Google juga menyebut adanya rencana untuk memperbarui citra satelit ketika memungkinkan bagi mereka menampilkan resolusi yang lebih tinggi. Meski begitu, Google menyatakan rencana tak akan dilakukan dalam waktu dekat.

"Mengingat pentingnya peristiwa terkini, saya tidak melihat ada alasan citra komersial wilayah ini harus terus dalam resolusi rendah," kata Nick Waters, investigator open-source untuk Bellingcat.

Maxar dan Planet Labs adalah dua perusahaan yang memasik citra resolusi tinggi untuk wilayah Israel dan Gaza. Maxar mengatakan hal itu adalah hasil dari "perubahan regulasi AS baru-baru ini ... Pencitraan Israel dan Gaza disediakan dalam resolusi 0,4m (40cm)," kata Maxar dalam pernyataan pers.

Sementara, Planet Labs mengonfirmasi memasok pencitraan dalam resolusi 50cm. Namun para investigator open-source sangat mengandalkan software pemetaan gratis dan seringkali tidak memiliki akses ke citra-citra resolusi tinggi sebagaimana disediakan Maxar atau Planet Labs.

Pemetaan daerah konflik

Pada 2017, para aktivis hak asasi manusia dari Human Rights Watch bekerja sama dengan Planet Labs untuk menunjukkan kondisi desa-desa yang dihuni kelompok etnis Rohingya di Myanmar. Dari pantauan itu para peneliti mengetahui seberapa dampak kehancuran yang ditimbulkan militer Myanmar di kawasan-kawasan itu.

Pencitraan memungkinkan para peneliti memetakan skala kerusakan yang terjadi di lebih dari 200 desa. Caranya dengan membandingkan citra satelit resolusi 40cm dari wilayah tersebut sebelum dan sesudah perusakan.

Bukti yang dihimpun sesuai dengan pengakuan warga Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh. Kala itu para pengungsi Rohingya menyatakan kabur karena jadi sasaran militer.

Citra satelit juga berperan penting dalam kasus etnis Uighur di Xinjiang, China. Citra satelit menunjukkan adanya pusat 're-edukasi' yang dibangun untuk etnis Uighur.

*Baca Informasi lain soal ISRAEL-PALESTINA atau baca tulisan menarik lain dari Ahmad Fauzi Iyabu dan Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya