Sejarah Sengketa Tanah Israel-Palestina di Sheikh Jarrah, Siapa yang Berhak Bermukim?
JAKARTA - Konflik Israel-Palestina adalah sejarah kelam dunia. Nafsu Israel mencaplok tanah jadi muaranya. Israel menghalalkan segala cara untuk merebut tanah Yerusalem --yang oleh paham zionis-- dianggap tanah tak bertuan.
Konflik berkepanjangan itu membuat jutaan orang Palestina kehilangan kebebasan dan hak-hak lainnya. Pemandangan itulah yang dunia dapat saksikan, setidaknya hingga hari ini, termasuk dalam ngototnya Israel menggusur pemukim Palestina dari kawasan Sheikh Jarrah.
Sudah rahasia umum pemerintah Israel lebih peduli dengan perluasan wilayah, ketimbang perdamaian. Peristiwa Yawn an-Nakba (hari bencana) pada 14 Mei 1948 jadi puncak sekaligus awal mula konflik abadi di era modern.
Proklamasi pendirian Israel itu mengacu pada perang yang dilancarkan terhadap rakyat Palestina. Selama peristiwa nakba, di empat dari lima desa terjadi pembersihan kelompok etnis –yang kebanyakan dengan kekerasan.
Di atas tanah itu, 95 persen komunitas Yahudi baru hidup. Sementara, hampir satu juta rakyat Palestina diusir dari tanah kelahirannya.
“Namun, anak-anak Palestina tumbuh besar dengan kesadaran bahwa orang tua, kakek-nenek, dan kakek-nenek buyut mereka telah mengalami jenis teror dan ketidakadilan yang sama seperti yang kini mereka hadapi," ungkap Manal Tamimi dkk dalam buku Ahed Tamimi: Gadis Palestina yang Melawan Tirani Israel (2018).
“Kekerasan militer, pengusiran paksa, pemenjaraan, pencurian tanah, penyiksaan, dan pembunuhan adalah bagian dari sejarah keluarga Palestina, sama seperti liburan musim panas, pesta ulang tahun, ujian sekolah, pernikahan, dan pemakaman seorang nenek tua adalah bagian dari sejarah keluarga kebanyakan di Dunia Barat,” tambahnya.
Tambah parah lagi. Prinsip peniadaan negara Arab-Palestina tercermin pada proklamasi yang tidak menyebutkan batas wilayah negara Israel.
Selain itu, negara Israel menganut prinsip seluruh wilayah Palestina adalah kampung halaman semua orang Yahudi. Dalam artian, Israel memiliki peraturan yang membolehkan akuisisi tanah untuk kepentingan warga Yahudi.
“Selain itu, Israel memiliki peraturan yang membolehkan akuisisi tanah untuk kepentingan publik yang digunakan sejak Inggris masih memegang mandat di kawasan tersebut. Peraturan ini masih terus dipakai hingga sekarang, meski telah ada beberapa amendemen. Dalam pelaksanaannya, banyak terjadi tanah yang diambil alih dengan alasan untuk kepentingan publik ternyata penggunaannya tidak sesuai dengan rencana awal,” tulis Purwani Diyah Prabandari dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Jangan Lupakan Nakba (2011).
Awal konflik Sheikh Jarrah
Pasca pengusiran orang Palestina pada tahun 1948 oleh Geng Zionis menyebabkan segenap rakyat Palestina mengungsi ke negera tetangga. Namun, tak semua mengungsi.
Sebab, 29 keluarga memilih menetap di kawasan Sheikh Jarrah, Yerussalem Timur pada tahun 1956. Berdasarkan toponimi, kawasan Sheikh Jarrah berasal dari nama dokter pribadi pemimpin Islam kesohor, Salahuddin Ayyubi yang menetap di wilayah tersebut.
Alhasil, 28 keluarga pengungsi itu mencapai kesepakatan dengan Kementerian Pembangunan Yordania dan Badan Pengungsi PBB (UNRW) untuk menyediakan perumahan bagi mereka di Sheikh Jarrah. Setelahnya, pada 1960-an, keluarga tersbeut menyetujui kesepakatan dengan pemerintah Yordania yang akan menjadikan mereka sebagai pemilik tanah dari rumah tersebut.
“Sebuah kontrak telah disepakati antara Kementerian Konstruksi dan Rekonstruksi dan keluarga Palestina pada tahun 1956, dengan salah satu syarat utama yang menyatakan bahwa penduduk membayar biaya simbolis, asalkan kepemilikan dialihkan kepada penduduk setelah tiga tahun sejak penyelesaian konstruksi,” Koalisi Sipil untuk Hak Palestina di Yerusalem (CCPRJ) mengatakan dalam sebuah pernyataan dikutip Anadolu Agency.
Melansir middleeasteye.net, mereka keluarga Palestina lalu menerima akta tanah resmi yang ditandatangani atas nama pemukim Palestina setelah tiga tahun. Sebagai gantinya, mereka akan melepaskan status sebagai pengungsi.
Masa sengketa
Namun, kesepakatan itu batal. Penyebabnya karena Israel keburu merebut dan secara ilegal menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur dalam perang Timur Tengah 1967. Yang mana, berakibat pada Yordania kehilangan kendali atas wilayah Sheikh Jarrah.
Semenjak itu, situasi tak lagi menyenangkan bagi pemukim Palestina di Sheikh Jarrah. Pihak Israel lalu mengklaim secara resmi bahwa mereka yang berhak atas tanah di mana rumah-rumah pemukim Palestina itu dibangun.
Dua asosiasi pemukiman Israel, Sephardic Committee and the Knesset Committee of Israel bahkan meminta pengadilan untuk mengusir empat keluarga dari rumah mereka dengan tuduhan perampasan tanah.
Tak mau kalah, penduduk Palestina menunjuk seorang pengacara untuk membela hak-hak mereka atas tanah. Lantaran itu pada tahun 1976, sebuah putusan dari pengadilan Israel mendukung mereka sebagai pemilik tanah.
Akan tetapi, pengadilan menggunakan cara licik dengan melakukan pendaftaran baru atas tanah lewat Depertemen Pendaftaran Tanah Israel. Buahnya, tanah di Sheik Jarrah jadi milik asisosiasi pemukiman Israel.
Hukum Israel mendukung orang Yahudi yang kehilangan harta benda di Yerusalem Timur pada 1948 dapat mengklaim kembali harta miliknya. Sebaliknya, UU tersebut tak mengizinkan warga Palestina untuk mengklaim kembali properti mereka yang hilang di Israel pada 1948.
Sejak itu, warga Palestina di Sheikh Jarrah diperlakukan sebagai penyewa. Mereka menghadapi tuntutan dari pihak Israel untuk mengambil alih rumah mereka.
Lebih lagi, kuasa hukum yang dipilih oleh warga Palestina jadi biang keladi putusan menyesakkan. Putusan itu berkata jika warga Palestina gagal membayar sewa pada asosiasi pemukiman Israel, mereka akan digusur.
Sengketa tanah masih berlanjut hingga memasuki tahun 2000-an. Asosiasi pemukiman Israel yang merasa menang meminta pengadilan mempercepat eksekusi penggusuran rumah warga Palestina.
Buahnya, pada November 2008, keluarga Al-Kurd terusir dari rumah mereka, diikuti dengan penggusuran keluarga Hanoun dan Al-Ghawi pada Agustus 2009. Total, sejauh ini sudah 12 keluarga Palestina di Sheikh Jarrah yang telah menerima perintah penggusuran.
Baru-baru ini, empat keluarga Palestina mengajukan petisi ke Mahkamah Agung guna menentang keputusan pengusiran mereka. Seorang warga Palestina, Abdel Fattah Sqaffe mengatakan mereka takkan berhenti memperjuangkan tanah mereka.
Pendekatan kekerasan dari otoritas Israel bahkan sedari dulu telah dirasakan oleh warga Palestina di Sheikh Jarrah. Oleh sebab itu, pemukim Palestina di Sheikh Jarrah tidak takut.
"Saya pikir jika ini terus berlanjut, jika mereka terus mencoba menduduki kita, itu bisa memicu perang di seluruh Israel, kedua sisi Garis Hijau, dan semua kawasan," kata pria berusia 71 tahun tersebut dikutip Washington Post.
*Baca Informasi lain soal ISRAEL-PALESTINA atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.
BERNAS Lainnya
Baca juga:
- Tentang Al Aqsa dan Mengapa Masjid Suci Ini Amat Diagungkan Umat Islam
- Alasan China Desak PBB Agar Tidak Hadiri Pertemuan soal Uighur di Xinjiang
- Polda Tarik Mundur Peradaban Ibu Kota dengan Wacana Hapus Jalur Sepeda Permanen
- Siapa Novi Rahman Hidayat, Bupati Nganjuk yang Terjaring OTT karena Diduga Terlibat Kasus Lelang Jabatan