Dilema Industri Esek-Esek Jepang di Tengah Pandemi COVID-19

JAKARTA - Sejak diumumkan Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe, Jepang resmi menaikkan status negaranya menjadi darurat pandemi COVID-19. Kenaikan status itu, langsung mengguncang dunia bisnis dan perekonomian di banyak sektor. Tak terkecuali industri hiburan dewasa, termasuk para pekerja seks komersial (PSK).

Dalam hal ini Jepang memang sudah sejak lama melegalkan bisnis esek-esek. Bahkan di Tokyo, kawasan red-light distrik ini dikenal dengan sebutan Kabukicho, sebuah lokasi khusus yang menyajikan beragam tempat hiburan malam berorientasi dewasa. 

Beragam bar, kelab malam hingga rumah bordir dapat ditemukan di kawasan tersebut. Namun, seiring dengan upaya menjaga jarak atau physical distancing agar terhindar dari penularan COVID-19. Para pekerja malam ini di kawasan tersebut mulai kesulitan mencari mata pencaharian. 

Mengutip NHKworld, untuk meringankan beban pekerja yang terdampak COVID-19, pemerintah Jepang mengucurkan dana intensif dengan nominal besaran mencapai 108 triliun yen atau sekitar Rp16.267 triliun (kurs Rp150). Bantuan ini diberikan secara bertahap bagi pekerja maupun pemilik bisnis.

Sayangya, pemberian intensif tersebut jadi perbincangan hangat di Jepang, termasuk mereka yang bekerja di kawasan red-light distrik. Sebab secara tak langsung pemerintah Jepang memaksa bar dan kelab malam untuk tutup selama pandemi COVID-19. 

"Tak jelas bagaimana pekerja lepas (PSK) yang penghasilannya belum dilaporkan ke pemerintah dapat disetujui untuk mendapatkan stimulus. Tentu saya ingin mendaftar, tetapi tidak jelas bagaimana prosedur administrasinya," kata Mika yang merupakan PSK di kawasan Kabukicho.

Tak elak bahwa penetapan status darurat Jepang karena pandemi COVID-19, jadi pukulan telah bagi mereka yang mengandalkan pemasukan dengan menawarkan jasa ke orang lain. Pemilik bar tak sedikit yang mempertaruhkan pendapatannya untuk tetap membuka usahanya di tengah situasi semacam ini. 

"Kami telah memastikan pelanggan membersihkan tangan dan pakaian mereka sebelum memasuki tempat. Proses itu diulang setiap kali mereka meninggalkan tempat," kata Britney Jane, warga asal Amerika Serikat berusia 20-an yang tinggal di Jepang dan bekerja di sebuah klub S&M di Osaka dikutip SCMP

"Saya justru merasa akan sakit kemungkinan besar ketika saya berada di kereta atau supermarket," lanjutnya. 

Kondisi ini juga diperburuk dengan fakta bahwa, kasus Covid-19 di Jepang sudah mencapai 11.135 dan menelan 236 korban. Di mana 3.090 pasien di antaranya berasal dari Tokyo. 

>

Hal ini membuat Gubernur Tokyo, Yuriko Koike mendorong pemerintah pusat untuk mengatur pembatasan sosial yang lebih ketat dari kota-kota besar padat penduduk lainnya. Termasuk dengan Kabukicho yang merupakan kawasan hiburan malam. 

Sejatinya Pemerintah Jepang saat ini, masih menyusun syarat paket stimulus yang direncanakan senilai 100 ribu yen bagi setiap warga. Hanya saja prosedur untuk mendapatkan dana bantuan itu terbilang cukup menyulitkan bagi sebagian kalangan masyarakat. 

Keharusan menampilkan bukti gaji dan jumlah pendapatan minimal menjadi ganjalan besar bagi pekerja seks komersial (PSK) serta pemilik kelab malam di kawasan Kabukicho, yang kerap dibayar secara tidak resmi.