Pembantai Muslim Bosnia, Slobodan Praljak Mati Tenggak Sianida di Tengah Sidang Mahkamah Internasional
JAKARTA - Di mata dunia, Slobodan Praljak adalah penjahat perang. Mantan Jenderal tentara Kroasia ini jadi otak pembantaian dan penghancuran masjid etnis Muslim Bosnia selama Perang Kroasia-Bosnia (1992-1994). Ia dihukum penjara 20 tahun. Slobodan Praljak menolak tuduhan tersebut. Ia justru memilih mati menenggak sianida ketimbang melanjutkan sisa hukuman dengan status penjahat perang.
Slobodan Praljak lahir pada 2 Junari 1945 di Capljina, Bosnia-Herzegovina. Ayahnya, Mirko Praljak adalah anggota Departemen Perlindungan Rakyat (OZNA), sebuah badan polisi rahasia yang didirikan oleh Presiden Yugoslavia, Josip Broz Toto.
Latar belakang itu menjadikan Slobodan Praljak hidup serba berkecukupan. Ia menempuh pendidikan terbaik di Sekolah Menengah SIroki Brijeg. Di situlah dirinya berkawan baik dengan Gojko Susak --yang dikemudian hari menjadi Menteri Pertahanan Kroasia pada 1990-an.
Lelaki yang dijuluki Brada –Si Janggut— tampak tak kesulitan menjalani pendidikan. Bahkan, Slobodan Praljak meraih tiga gelar kesarjanaan. Beberapa di antaranya adalah gelar dari Fakultas Teknik Elektro, Fakultas Humaniora dan Ilmu Sosial, serta Akademi Teater, Film, dan Televisi dari Universitas Zagreb.
Seusai sekolah, karier pertama yang dipilihnya adalah menjadi kepala laboratoriun elektronik dan mengajar di Sekolah Teknik Nikola Tesla di Zagreb. Hal itu terjadi tepat sebelum dirinya menjadi seniman.
“Selama 1973-1980-an, Praljak mementaskan sejumlah pertunjukan teater dan membuat seri televisi Blesan dan Tulip serta drama televisi Novela od Stanca dan Laut Sargasso. Dia juga membuat film dokumenter Kematian Seekor Anjing serta video dokumenter Sandzak dan Tembakau. Pada 1989, Praljak membuat film layar lebar Kembalinya Katarina Kozul,” tulis Iwan Kurniawan dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Sianida untuk Jenderal Janggut (2017).
Kariernya berubah ketika Yugoslavia pecah menjadi enam. Keenam negara itu kemudian dikenal sebagai Republik Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Makedonia, Montenegro, Serbia, serta Slovenia.
Pemisahan itu membuat Slobodan Praljak yang awalnya dikenal sebagai seniman, ikut bergabung dengan tentara Kroasia sejak Yugoslavia pecah. Seiring pemisahan itu konflik antar-etnis semakin mengemuka. Terutama, konfik antara etnis Serbia melawan Bosnia.
Perang Bosnia pun meletus pada 1992. Slobodan Praljak ditunjuk sebagai Komandan Operasi Fajar Juni yang bertempur dalam panji kaum Serbia. Misi mereka memberantas kaum Muslim Bosnia. Dalam peperangan itu, Slobodan Praljak jadi tokoh kunci.
Slobodan Praljak membantu menghancurkan jembatan ikonik abad ke-16 di Mostar, Bosnia. Dia juga memfasilitasi dan menyembunyikan pembunuhan etnis Muslim Bosnia, termasuk korban pembantaian Stupni Do.
Di desa Stupni Do, pasukan Kroasia tercatat membunuh lebih dari tiga lusin etnis Muslim Bosnia. Tak hanya membunuh, rumah-rumah yang ada di desa tersebut turut dibakar. Selain itu ada 20 mayat yang diketahui telah dibakar, termasuk anak-anak.
“Ini bukan perang. Ini kejahatan perang. Mereka yang telah melakukan hal ini suatu hari akan menjawabnya,” kepala staf Pasukan Perlindungan PBB di Bosnia, Angus Ramsay dikutip Washington Post.
Meski begitu, kesetiaan Slobodan Praljak kepada negara saat perang kemudian menjadikannya naik pangkat menjadi Jenderal. Ia jugamenjadi Asisten Menteri Pertahanan, menemani teman semasa sekolahnya, Gojko Susak.
Presiden Kroasia Franjo Tudjman lalu menunjuk Slobodan Praljak sebagai satu dari 14 anggota Dewan Pertahanan Kroasia (HVO). Setelah perang usai, Slobodan Praljak banyak menyibukkan diri di dunia usaha sekaligus menyalurkan bakat seni dengan mendirikan perusahaan Oktavijan, sebuah perusahaan produksi film, video, dan program televisi.
Akhir dari Slobodan Praljak
Atas kejahatan itu, Slobodan Praljak baru menyerahkan diri ke pengadilan pada tahun 2004. Ia divonis hakim Mahkamah Kejahatan Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY) Den Haag, Belanda sebagai penjahat perang pada 2013.
Slobodan Praljak dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan dirpoyeksikan bebas pada 2019. Akan tetapi, Slobodan Praljak tak pernah merasa dirinya sebagai penjahat perang. Naik banding jadi opsi utamanya mengembalikan nama baik pada 2017.
Namun, permohonan banding itu tak pernah terlaksana. Mahkamah menolak permohonan bandingnya. Seketika, di ruang sidang di Den Haag, pria berusia 73 tahun tersebut berdiri menyampaikan protesnya.
Slobodan Praljak berucap: Suci, Slobodan Praljak nije ratni zlocinac! (Para hakim, Slobodan Praljak bukan penjahat perang! Saya menolak putusan Anda).
Bersamaan dengan itu, sebuah botol diperlihatkan olehnya di tengah sidang. Slobodan Praljak pun meminum cairan di dalamnya. Ia sempat berucap: Yang saya minum sekarang adalah racun.
Slobodan Praljak pun ambruk. Para hakim segera memerintahkan agar tirai ruang sidang segara menghalangi pandangan penonton di galeri umum. Sedang, liputan televisi langsung menjadi gelap.
Mantan jenderal itu kemudian dilarikan ke rumah sakit Westeinde. Nyawanya tak terselamatkan dua jam kemudian. Slobodan Praljak meninggal. Hasil uji toksikologinya menunjukkan darahnya mengandung konsentrasi potasium sianida.
Perihal siapa yang memberikan racun, setidaknya sampai hari ini masih menjadi misteri. Pengacara Slobodan Praljak, Nika Pinter menyebut sebelum ajal, Sang Jenderal telah mengabarkan keluarganya agar tidak hadir pada putusan pengadilan. Meski begitu, Nika Pinter tak menyangka hal itu menjadi tanda bahwa Slobodan Praljak akan bunuh diri.
“Sejak awal, 13 tahun yang lalu, dia mengatakan kepada saya bahwa dia tidak tahan disebut penjahat perang. Dia tidak bisa hidup dengan stigma. Dia tidak pernah memberi petunjuk bahwa dia berencana untuk mengakhiri hidupnya,” ungkap Nika Pinter dikutip The New York Times.
Boleh jadi penduduk dunia menganggapnya sebagai penjahat perang. Bagi Krosia sendiri, Slobodan Praljak laksana seorang pahlawan. Di hari kematiannya, rakyat Kroasia menyalakan lilin sebagai bentuk kehormatan kepergian sang Jenderal Janggut.
"Saya datang ke sini untuk mendukung jenderal-jenderal kami dan menghormati Jenderal Praljak yang tidak dapat menanggung ketidakadilan sehingga membuat keputusan terakhirnya. Dia adalah kebanggaan dan pahlawan kami,” kata veteran perang Kroasia, Darko Drmac dikutip BBC.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.