GUYANA - Hari ini, 41 tahun yang lalu, ratusan anggota Peoples Temple di Jonestown mati dalam peristiwa bunuh diri massal. Beberapa sekarat. Hanya segelintir yang selamat dan bisa menceritakan salah satu tragedi paling kelam dalam sejarah ini. Tim Carter, salah satunya. Dan ini kisah tentang hari paling buruk yang barangkali tak mungkin ia lupakan.
Hari itu, 18 November 1978, Carter menghadiri undangan pertemuan besar --disebut juga pertemuan gereja-- di sebuah paviliun di dalam hutan Guyana, Jonestown. Di sana, ia menemui ratusan kolega sesama anggota Peoples Temple, sebuah sekte dalam Kristen yang dikenal di Indianapolis sejak tahun 1950-an.
Betapa terkejutnya Carter ketika sampai di Paviliun Jonestown. Di tempat yang oleh seluruh pengikut sekte disebut Surga Jonestown itu Carter menyaksikan ratusan orang membunuh diri mereka sendiri. Hari itu, Carter kehilangan tetangga, teman, hingga istri dan anaknya.
"Apa yang saya lihat dan dengar di sana, orang-orang berteriak. Orang-orang menangis. Saya tahu persis apa yang saya dengar. Dan itu bukan pengalaman menyenangkan," kata Carter seperti dikutip abcnews.go.com.
Terhitung, 909 orang tewas setelah mengonsumsi racun sianida. Dari ratusan yang tewas, anak-anak jadi barisan yang pertama meregang nyawa. Mereka dicekoki cairan sianida, obat penenang, dan jus buah yang disemprotkan ke dalam tenggorokan dengan jarum suntik.
Setelah anak-anak, selanjutnya adalah orang dewasa. Mereka didoktrin untuk meminum racun sianida. Tak semua orang di dalam barisan sekte cukup gila untuk menuruti perintah mati itu. Namun, mereka tak punya pilihan lain.
Ada penjaga bersenjata mengelilingi mereka ketika peristiwa itu terjadi. Jadi, jika bukan racun, maka timah panas penjaga yang akan membunuh mereka. Sedangkan Carter yang terlambat datang dan sejumlah anggota sekte lain yang tengah berada di daerah lain saat peristiwa terjadi, selamat.
Asal gagasan gila sekte maut
Gagasan gila Peoples Temple untuk bunuh diri massal bukan muncul begitu saja. Ada sejumlah peristiwa panjang yang terjadi di sepanjang eksistensi sekte maut itu.
Peoples Temple didirikan oleh seorang pendeta bernama Jim Jones. Ia dikenal sebagai pendeta karismatik yang membawa narasi kesetaraan ras. Jones juga memainkan narasi tentang perlawanan terhadap gerakan apharteid dalam gereja yang ia dirikan.
Tim Carter pun dahulunya adalah pengikut setia Jones. Menurutnya, narasi yang 'dijual' Jones kepada pengikutnya amat tepat dengan isu aktual saat itu.
"Ketika dia (Jones) bicara tentang hak-hak sipil dan ketidakadilan yang ada dalam masyarakat Amerika, itu merupakan salah satu hal yang wajib kamu dengarkan," kata warga Guyana, Amerika Serikat itu.
Pada 1965, Jones memindahkan kelompoknya ke California Utara. Setelah tahun 1971, mereka pindah ke San Francisco. Satu tahun sebelumnya, gereja Jones diterpa isu penipuan dan penganiayaan. Media saat itu menyebut Jones dan petinggi di kelompoknya melakukan penipuan keuangan dan penganiayaan fisik terhadap anak-anak di dalam kelompok.
Jones pun makin paranoid. Ia kemudian membawa pengikutnya pindah ke Guyana. Di Guyana, Jones menjanjikan tanah surga di wilayah yang ia sebut Jonestown kepada para pengikut setianya. Namun, tentu saja, tanah surga yang dijanjikan tak pernah benar-benar ada.
Beberapa pengikut Jones mulai kritis. Mereka mempertanyakan janji Jones soal tanah surga. Namun, pengikut yang mengkritisi Jones justru dihukum. Paspor mereka disita. Surat-surat yang menyangkut hajat hidup mereka pun diblokir.
Hingga pada 1978, beberapa mantan anggota Peoples Temple meyakinkan anggota Kongres Amerika Serikat dari California, Leo Ryan untuk pergi ke Jonestown dan menyelidiki pemukiman itu.
Pada 17 November 1978, Ryan bersama beberapa jurnalis dan pengamat tiba di Jonestown. Awalnya, kunjungan berjalan lancar. Tapi, ketika rombongan Ryan hendak pulang, beberapa warga Jonestwon meminta agar mereka ikut pulang beserta rombongan.
Mengetahui adanya pengkhianatan dari pengikutnya, Jones merasa tertekan dan menyuruh bawahannya untuk menyerang Ryan. Singkat cerita, Ryan berhasil disergap oleh para pengikut Jones di landasan udara ketika mereka berusaha pergi. Ryan beserta empat orang lainnya dibunuh ketika mereka naik pesawat sewaan.
Barulah setelah peristiwa itu, Jones memerintahkan kepada seluruh pengikutnya untuk berkumpul di Paviliun Jonestown dan melakukan apa yang disebutnya sebagai tindakan revolusioner, yakni bersama-sama mengakhiri hidup dengan racun sianida.