Anies Baswedan Minta Dana Bagi Hasil, Sri Mulyani: Kami Bayar Dulu 50 Persen
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta pemerintah pusat untuk segera mencairkan dana bagi hasil (DBH) agar pemerintah daerah bisa mengatur arus kas. Menurut Anies, hal itu dilakukan agar dapat lebih baik dalam menangani pandemi virus corona atau COVID-19 di wilayahnya.
Tak tanggung-tanggung, Anies Baswedan bahkan sampai melayangkan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dengan pencairan DBH tersebut.
Menganggapi hal ini, Sri Mulyani menjelaskan, dana yang diminta oleh Anies Baswedan adalah DBH tahun 2019. Terkait dengan DBH 2019 ini, kata Sri, laporan keuangan pemerintah masih diaudit badan pemeriksa keuangan (BPK).
"Ada DBH 2019 yang diperkirakan kami kurang bayar, karena dialokasikannya tidak sesuai kenyataan. Yang harus kami bayar DBH 2019 ini biasanya itu sudah diaduit dulu oleh BPK, sehingga dinyatakan kurang bayar sekian, nah baru kami bayar," katanya, dalam konferensi pers APBN Kita secara virtual, di Jakarta, Jumat, 17 April.
Menurut Sri, umumnya DBH ini akan selesai diaudit bulan April, kemudian hasil audit BPK tersebut akan dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada bulan Juli. Setelah dilakukan pembahasan, DBH baru dapat dibayarkan.
"Biasanya April, disampaikan ke DPR pada Juli dan sesudah jadi UU kami bayarkan. Jadi DBH 2019 itu dibayarkan pada Agustus atau September," tuturnya.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengaku, memahami bahwa pendapatan asli daerah (PAD) sedang menurun, sehingga Gubernur DKI meminta DBH dibayarkan duluan. Mengingat kondisi yang genting, Kementerian Keuangan akhirnya memutuskan untuk membayar 50 persen dari DBH sambil menunggu putusan BPK.
"Hari ini berbagai daerah mengalami PAD turun. Memang tekniknya nunggu dulu dari audit BPK. Pak Anies minta dibayarkan duluan. Jadi karena sekarang urgent, ya kami bayar duluan," jelasnya.
Baca juga:
Menurut Sri Mulyani, ada beberapa daerah yang belanja barang dan pegawainya tinggi. Salah satunya, DKI Jakarta di mana pengeluaran belanja pegawai sangat tinggi hampir Rp25 triliun. Sementara, belanja barang Rp24 triliun.
"Ini bisa dilakukan realokasi dan tidak perlu nunggu dana DBH dari transfer daerah. Ini tidak sebesar dari belanja mereka, dari dana alokasi umum (DAU) pun gunakan dana mereka sendiri," katanya.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah memberikan DBH yang berasal dari pendapatan perpajakan. Dengan demikian, pengalokasiannya sesuai estimasi penerimaan pajak daerah tersebut.
Namun, lanjut Sri, logikanya penerimaan pajak sekarang sedang berjalan dan kemungkinan akan mengalami penurunan.
"Pembayaran DBH-nya untuk 2020 biasanya per kuartal, jadi kuartal I dibayarkan seperti yang sudah dialokasikan di APBN, kemudian kuartal II di April, dan selanjutnya," katanya.
Sementara itu, Dirjen Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan, sudah ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait dengan pencairan sebagian DBH tersebut.
"Yang seharusnya pada triwulan IV, mungkin akan dibayarkan April ini," tuturnya.
Selanjutnya, pembayaran DBH akan dibayarkan tiap kuartal dan jumlahnya akan disesuaikan. Astera mengatakan, untuk DBH prognosa 2020 kuartal I sudah dibayarkan dan untuk prognosa kuartal II akan dibayarkan Juni.