Di Sidang Suap Izin Ekspor Benur, Nama Menhan Prabowo Subianto Ikut Terseret
JAKARTA - Direktur Ekspor Impor PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Ardi Wijaya menyeret nama Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dalam persidangan dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur.
Kesaksian itu bermula ketika jaksa penuntut umum (JPU) menyinggung pengendali PT ACK yang merupakan satu-satu perusahan ekspedisi yang mengirim benih lobster.
"Apakah mengetahui PT ACK atau pernah dengar ini pengendalinya siapa?" tanya jaksa Ronald Ferdinand Worotikan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 28 April.
"Tidak tahu," jawab Ardi.
Lantas, jaksa pun merubah pertanyaannya dengan lebih merinci perihal komunikasi saksi dengan Suharjito yang merupakan penyuap dalam kasus izin ekspor benur.
Saat itu, Ardi tak menjelaskan secara gamblang. Tapi diakui memang ada sosok pengendali yang dimaksud.
"Memang tidak secara spesifik pengendali PT ACK, memang ada diskusi dengan Suharjito. Dan diskusi itu di bulan Oktober," kata Ardi.
Baca juga:
- Hakim Kabulkan Justice Collaborator Penyuap Edhy Prabowo
- Saksi Suap Ungkap Kekesalan Edhy Prabowo, Tidak Puas Izin Ekspor Benur 139 Juta Ekor, Minta Ditambah
- Didakwa Terima Duit Suap Rp25,7 Miliar, Edhy Prabowo: Dari Awal Saya Tidak Bersalah
- Cerita Bima Arya Berlari Menyelamatkan Diri saat Gempa Sukabumi yang Terasa Hingga Bogor
Mendengar jawaban dari Ardi, jaksa pun membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 27. Isinya, tertulis nama Prabowo Subianto yang disebut ikut mendapatkan proporsi khusus pada keuntungan PT ACK. Ardi pun mengamini isi BAP tersebut.
"Suharjito kemudian oleh PT ACK itu tidak bisa dipecah oleh orang lain atau pergunakan orang lain. Karena punya Prabowo khusus. Karena menurut Suharjito untungnya 30 miliar per bulan," kata Ardi.
"Kalau ekspor 1 sampai 5 juta perbulan. Pasalnya menurut Suharjito adalah 1.500 x 5 juta ekor dan saya tanggapan biasanya uang itu cash dari pihak KKP. Ini saya dapat dari omongan, kalau sedang mengobrol," sambung Ardi.
Kemudian, jaksa mempertegas maksud dari keterangan Ardi yang menyeret nama Prabowo. Terlebih soal konteks kepelimikan secara khusus.
"Ini maksudnya apa ya, PT ACK punya Prabowo khusus?" tanya Ronald.
"Ini yang saya tangkap beliau pasti mengaitkan itu dengan Pak Prabowo," jawab Ardi.
"Pak Prabowo siapa?" tanya Ronald.
"Pak Prabowo Menteri Pertahanan," jawab Ardi.
Ardi kemudian memastikan, nama Prabowo itu muncul berdasarkan perbincangan dan penjelasan dari Suharjito. Sehingga, dia beranggapan dan menyakini kalau yang dimaksud adalah Prabowo Subianto.
"Iya (Prabowo Subianto) karena di majalah-majalah sebelumnya itu dikait-kaitkan berhubungan dengan kader. Tapi saya tidak menanya balik, Tidak memperjelas," ujar Ardi.
"Karena Pak Suharjito yang ngomong?" tanya jaksa.
"Ya," tegas Ardi.
Adapun, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo didakwa menerima suap mencapai Rp25,7 milar. Suap ini berkaitan dengan izin ekspor benih lobster atau benur.
Suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe.
Dalam dakwan, Edhy menerima suap sebesar 77 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau jika dirupiahkan saat ini mencapai Rp1.126.921.950. Penerimaan suap itu melalui stafnya yakni Safri dan Amiril Mukminin dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito.
Kemudian, Edhy juga menerima uang sebesar Rp24.625.587.250. Duit ini diberikan oleh Suharjito dan para eksportir lainnya melaui para stafnya.
Atas perbuatannya itu, Edhy Prabowo didakwa dengan Pasal 12 huruf a Undang -Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kemudian, Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.