Ini 4 Permasalahan Industri Perunggasan di Tanah Air
JAKARTA - Peluang pertumbuhan industri unggas ke depan dinilai masih cukup prospektif. Institute Development of Economics and Finance (Indef) menilai bahwa ada empat permasalahan yang ditemukan dari kajian yang dilakukan. Salah satunya, persoalan ketidakseimbangan supply dan demand.
Ekonom Indef Enny Sri Hartati mengatakan kajian yang dilakukan oleh Indef dilatarbelakangi karena industri perunggasan memiliki peran yang sangat strategis. Namun sayangnya masih ada persoalan yang harus diselesaikan.
Pertama, ketidakseimbangan supply dan demand. Kata Enny, ada dua masalah yang cukup penting di sini yaitu penetapan produksi DOC tidak berdasarkan final demand dan instabilitas permintaan.
"Mengenai penetapan produksi DOC tidak berdasarkan final demand, karena memang yang kita hadapi makhluk hidup. Jadi kalau kita rencanakan menetas segrup belum tengu menetas semua. Atau juga di tengah jalan ada yang mati dan sebagainya," tuturnya dalam diskusi virtual, dikutip Jumat, 23 April.
Kata Enny, industri unggas ini berbeda dengan industri yang sifatnya benda mati, di mana bahan bakunya dan jumlah produksinya cukup jelas. Sementara, industri unggas karena makhluk hidup di tengah jalan ada plus minusnya. Termasuk pembudidayaannya.
"Sehingga memang keputusan untuk memutuskan produk DOC memang harus nanti benar-benar ada satu indikator yang terukur," jelasnya.
Terkait dengan instabilitas permintaan, kata Enny, kebijakan yang harus dilakukan adalah peningkatan pertumbuhan konsumsi unggas. Caranya dengan melakukan formulasi kebutuhan daging ayam dan produksi turunannya.
"Meningkatkan promosi dan kesadaran untuk protein unggas. Perbaikan distribusi daging unggas dan produksi turunannya. Dan peningkatan fasilitas rantai dingin," katanya.
Kedua, instabilitas pakan. Kata Enny, persoalan yang dihadapi adalah ketersediaan bahan baku pakan ternak. Karena itu, perlu kebijakan penyediaan bahan baku pakan ternak yang cukup dan efisien.
"Strategi yang bisa dilakukan perhitungan ulang kebutuhan jagung, peningkatan produksi jagung dalam negeri," tuturnya.
Kemudian, kata Enny, bisa juga dengan mengeluarkan kebijakan pemberian insentif petani jagung. Caranya dengan memberi dukungan subsidi benih jagung dan pupuk. Selain itu, juga bisa dengan pengembangan kelembagaan off-taker bagi stabilisasi harga jagung.
"Sumber protein pakan ternak di luar kedelai belum optimal dimanfaatkan. Kebijakan yang perlu dilakukan penyediaan bahan baku alternatif protein dalam negeri," katanya.
Ada dua strategi yang dapat dilakukan, kata Enny, peningkatan alternatif bahan baku pakan dan dukungan riset sumber bahan baku alternatif pakan unggas.
Tidak hanya itu, biaya logistik yang tinggi juga menjadi persoalan dalam instabilitas pakan unggas. Maka perlu kebijakan mengefisiensikan biaya logistik sentra produksi jagung ke pusat industri pakan.
Baca juga:
- Mentan Dorong Jeneponto Jadi Sentra Pertanian-Peternakan Berkualitas
- Kementerian Pertanian Dinilai 'Matikan' Peternak Unggas Mandiri: Rugikan Peternak hingga Rp5,4 Triliun
- Menghitung Untung Rugi BUMN Beli Peternakan Sapi di Luar Negeri
- Laba Produsen Nugget So Nice Milik Konglomerat Handojo Santosa Ini Mencapai Rp916,7 Miliar di 2020
"Strateginya dengan pengembangan tol laut di daerah sentra produksi jagung dan mendorong intervensi pabrik pakan di daerah sentra produksi ayam," ucapnya.
Ketiga adalah daya saing produk unggas. Kata Enny, ada tiga masalah yang berhubungan dengan hal tersebut. Mulai dari integrasi rantai nilai dan modernisasi industri perunggasan, diplomasi dan negosiasi perdagangan, dan kompleksitas berdasarkan struktur pasar.
"Strategi untuk meningkatkan daya saing adalah dengan insentif peningkatan modernisasi dan skala usaha produksi budidaya peternakan berbasis biosecurity dan kesejahteraan hewan oleh pemerintah pusat dan daerah," tuturnya.
Lalu, kemudahan impor bahan baku pakan bagi eksportir unggas dan produk olahannya. Terakhir, insentif untuk penggunaan teknologi close house dan insentif investasi teknologi peternakan.
Selain itu, kata Enny, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan peningkatan posisi tawar Indonesia di WTO terkait perunggasan. Hal ini bisa dilakukan dengan dua strategi yaitu strategi barter bahan baku pakan dan market access dan mempercepat proses G2G.
Terkait dengan masalah kompleksitas berdasarkan struktur pasar, kata Enny, kebijakan yang dapat dilakukan adalah menciptakan struktur pasar yang berkeadilan. Caranya dengan melakukan strategi pengaturan kuantitas dan kualitas serta DOC pakan dan jumlah kandang. Kemudian pengaturan kuantitas produk broiler dan layer yang selaras. Serta, regulasi yang mewajibkan daging ayam yang disembelih di RPHU dan memiliki sertifikat NKV.
Terakhir, persoalan ketersediaan data dan informasi. Masalah yang dihadapi adalah mengenai asumsi produksi dan konsumsi yang tidak sesuai. Hal ini bisa diatasi dengan kebijakan penyediaan data dan informasi secara transparan, tepat waktu dan independen
Strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan mekanisme kewajiban pelaporan data pada rantai pasok unggas, membuat lembaga pengelola data dan informasi yang independen, dan membangun sistem pengelolaan data dan informasi yang transparan dan dapat diakses.