Jangan Marah Dulu, Simak Penjelasan Kemendikbud Hilangnya Nama Pendiri NU KH Hasyim Asy'ari Dari Kamus Sejarah

JAKARTA - Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I.

Kamus ini menjadi perhatian karena menghilangkan nama pendiri Nahdatul Ulama (NU) Kiai Haji Hasyim Asy'ari.

Sebaliknya, nama tokoh komunis seperti DN Aidit dan Darsono Notosudirjo justru ada dalam kamus. 

Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid meminta publik tak menarik kesimpulan gegabah soal hal ini.

Sebab, Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak pernah diterbitkan secara resmi oleh Kemendikbud. Dokumen tak resmi tersebut merupakan salinan lunak atau softcopy dan masih dalam penyempurnaan.

"Buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak pernah diterbitkan secara resmi. Dokumen tidak resmi yang sengaja diedarkan di masyarakat oleh kalangan tertentu merupakan salinan lunak (softcopy) naskah yang masih perlu penyempurnaan. Naskah tersebut tidak pernah kami cetak dan edarkan kepada masyarakat," tegas Hilmar dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 20 April.

Lagipula, Kamus Sejarah Indonesia disusun pada 2017 lalu atau sebelum Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, kamus ini juga belum disempurnakan sehingga belum ada rencana untuk diterbitkan.

"Jadi, saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa tidak mungkin Kemendikbud mengesampingkan sejarah bangsa ini. Apalagi para tokoh dan penerusnya," tegasnya.

Kemendikbud selalu melakukan refleksi pada sejarah dan tokoh yang ikut membangun bangsa, termasuk Hadratus Syech Hasyim Asy’ari dalam mengambil kebijakan di bidang pendidikan dan kebudayaan.

Salah satu buktinya adalah Kemendikbud ikut mendirikan Museum Islam Indonesia Hasyim Asy'ari di Jombang, Jawa Timur.

"Museum Islam Indonesia Hasyim Asyari di Jombang didirikan oleh Kemendikbud. Bahkan, dalam rangka 109 tahun Kebangkitan Nasional, Kemendikbud menerbitkan buku KH. Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri," demikian Hilmar.