JAKARTA - Fraksi PPP DPR RI meminta hilangnya nama KH Hasyim Asy'ari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang disusun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diusut dan dikaji faktanya. Hal ini agar ditemukan alasan tak dicantumkannya tokoh pendiri NU itu karena kelalaian atau kesengajaan.
"Mengingat KH Hasyim Asy'ari adalah tokoh bangsa, maka sangat tidak masuk akal jika alasannya karena lupa," ujar Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi di Jakarta, Rabu, 21 April.
Kontroversi tersebut, menurutnya, bisa diduga sebagai upaya menghilangkan peran tokoh Islam terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sekaligus menghilangkan pengenalan pahlawan Islam kepada generasi penerus bangsa.
"Hal tersebut patut diduga sebagai upaya untuk menghilangkan jejak sejarah tokoh Islam pendiri NU dari ingatan generasi muda ke depan," kata Baidowi.
Wakil ketua Baleg DPR itu menilai, dalih Kemendikbud bahwa buku tersebut belum dicetak dan baru draf, justru makin menunjukkan ketidakprofesionalan kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim.
Sebab, jika draf itu tidak beredar maka tidak akan ada kontrol dari masyarakat dan kamus sejarah Indonesia tersebut akan tercetak tanpa menyertakan nama KH Hasyim Asy'ari.
Untuk itu, kata Awiek, Fraksi PPP meminta pejabat berwenang bertanggung jawab atas keteledoran ini.
"Karena hal ini sekaligus menunjukkan ketidakprofesionalan pejabat di Kemendikbud," pungkasnya.
BACA JUGA:
Diketahui, Kamus Sejarah Indonesia Jilid I jadi polemik karena tak memuat nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Haji Hasyim Asy'ari tapi justru memuat nama tokoh berpaham komunis seperti DN Aidit dan Darsono Notosudirjo.
Setelah diprotes oleh banyak pihak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta maaf atas keteledorannya.
Permintaan maaf ini disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid melalui konferensi pers secara daring. Dia mengakui adanya keteledoran terkait hilangnya profil Kiai Haji Hasyim Asy'ari dari kamus tersebut.
Kemendikbud mengklaim, kamus yang beredar luas di tengah masyarakat dalam bentuk salinan digital itu sebenarnya masih dikerjakan dan belum disunting lebih lanjut.
"Kesimpulannya, ya, ini memang betul-betul kealpaan, keteledoran. Naskah yang sebetulnya tidak siap (diterbitkan, red) itu kemudian dimuat dalam website," kata Hilmar dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring, Selasa, 20 April.
Dia memaparkan, Kamus Sejarah Indonesia Jilid I ini dikerjakan pada 2017 lalu. Namun, hingga tahun anggaran berakhir belum selesai dikerjakan.