Eni Saragih: Makan Bergizi Gratis Jangan Sampai Mubazir
JAKARTA - Anggota DPR RI periode 2014-2018, Eni Maulani Saragih mengatakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai dilaksanakan pada awal Januari ini harus tepat sasaran. Eni menekankan hal tersebut agar makanan dalam program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu tidak terbuang percuma alias mubazir.
“Karena banyak orang-orang yang sudah mampu sebenarnya. Jangan sampai makanan yang sudah dibuat tidak dimakan, akhirnya mubazir. Menurut saya, pemerintah harus membuat target tertentu, sasarannya harus tepat,” ujar politikus Golkar tersebut saat berbincang dengan Eddy Wijaya dalam podcast EdShareOn yang tayang pada Rabu, 8 Januari 2024.
Program MBG mulai digelar pada Senin, 6 Januari 2025. Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp71 triliun untuk program ini sepanjang 2025. Jatah per porsi dipatok Rp10.000 dengan penerima manfaat terdiri dari balita, santri, siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan ibu hamil, serta ibu menyusui.
Menurut Eni, anggaran yang disiapkan pemerintah pada 2025 ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, namun yang menjadi masalah yakni kemampuan setiap daerah menyiapkan bahan makanan serta harganya yang beragam. “Makanya kebutuhan anggaran misalnya antara Jawa dan Papua tidak bisa disamakan,” ucapnya. “Negara harus hadir untuk semua anak di daerah mana pun, termasuk Papua. Walaupun mungkin di daerah puncak gunung sana,” kata Eni menambahkan.
Istri Bupati Temanggung periode 2018-2023, Muhammad Al Khadziq itu menyatakan memiliki pengalaman pada program Makan Bergizi Gratis karena dicanangkan sang suami saat menjabat bupati Temanggung untuk pencegahan stunting. Program itu berhasil menurunkan angka prevalensi stunting di wilayah tersebut menjadi 14,1% dari yang sebelumnya 16,3% pada 2023.
Namun, Eni mengaku menemukan sejumlah kendala yang patut diwaspadai oleh Badan Gizi Nasional, lembaga yang ditunjuk Presiden Prabowo, untuk program MBG. “Terkadang kita sudah siapkan makanan yang enak, tapi anak-anak belum mau makan. Tidak gampang karena mereka hanya mau makan misalnya, mi instan atau jajan. Masak-nya gampang, menyiapkan dananya juga sudah, tapi memastikan makanan itu dikonsumsi itu yang menjadi kendala,” kata Eni.
Untuk mengatasi kendala itu, Eni menjelaskan, pemerintah harus memperhatikan menu makan gratis tersebut, misalnya variasi masakan dan memberikan lauk yang beragam. Namun yang tidak kalah penting yakni menumbuhkan kebiasaan orang tua atau anak untuk mengkonsumsi makanan-makanan bergizi setiap hari. “Ini luar biasa karena negara sudah hadir untuk anak-anak. Kita harus fight untuk ini,” katanya.
Eni berharap pemerintah terus berusaha memperbaiki dan evaluasi program MBG agar memenuhi target menciptakan anak-anak yang sehat, cakap, dan cerdas, untuk menjadi calon pemimpin bangsa. “Asal jangan banyak anggaran yang terpakai buat yang tidak-tidak, misalnya buat dapur umum sampai banyak karena dapur itu sudah banyak. Yang terpenting bagaimana program ini menjadi gerakan bersama-sama, gotong royong, jangan semua diberikan ke kontraktor atau vendor saja misalnya,” ucap Eni menambahkan.
PLTU Mulut Tambang jadi Solusi Listrik Murah
Kepada Eddy Wijaya, Eni Maulani Saragih menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang. Hal itu merespons rencana Presiden Prabowo Subianto membangun 75 gigawatt pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Jadi tetap membangun PLTU Mulut Tambang karena memang cadangan (Batubara berkalori rendah) kita banyak. EBT yang dicanangkan pak Prabowo juga tetap jalan karena kita tetap menginginkan dunia ini lebih aman dengan energi hijau,” ucap Eni.
PLTU Mulut Tambang merupakan teknologi pembangkit listrik yang terletak paralel dengan lokasi tambang batubara. Keberadaannya yang berdekatan dengan sumber energi tersebut diyakini dapat menghemat biaya logistik atau transportasi sekitar 30 persen dibandingkan PLTU biasa.
Politisi kelahiran Jakarta, 13 Mei 1970 itu mengatakan, selain ketersediaan Batubara berkalori rendah yang jumlahnya miliaran ton serta lebih murah, PLTU Mulut Tambang juga memiliki keunggulan lain seperti mengurangi polusi udara. “Mungkin sekarang kita rasakan listrik semakin mahal tapi dengan membangun PLTU Mulut Tambang mimpi untuk listrik murah itu akan tercapai,” kata Eni.
Kendati demikian, Eni mengatakan pembangunan PLTU Mulut Tambang memiliki sejumlah kendala, di antaranya proses perizinan dan beragam persyaratan yang membutuhkan pengurusan yang relatif lebih lama. “Kalau negara hadir untuk mencanangkan program ini (PLTU Mulut Tambang) secara serius harus benar-benar dikawal. Jangan sampai ada yang memperlambat ini, entah (pejabat) di PLN-nya, di pemerintah daerahnya, di SDM-nya, harus diberhentikan,” ucapnya.
Eni mengatakan pembangunan infrastruktur pembangkit listrik yang murah akan sangat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen seperti yang ditargetkan Presiden Prabowo. “Mau bikin apa pun kalau energinya mahal, listriknya mahal, kita tidak akan bisa bersaing dengan siapapun,” ucapnya.
Baca juga:
- Warga Pulogebang Keluhkan Menu Makan Bergizi Gratis, Lauk Bumil dan Balita Kerap Disamakan
- Menag Tegaskan Pemerintah Terapkan Asas Keadilan pada Program Makan Bergizi Gratis
- Istana: Program Makan Bergizi di Beberapa Provinsi Masih Gunakan Dana Pribadi Prabowo
- Program Makan Bergizi Gratis, Hashim: Gagasan Prabowo 18 Tahun Lalu
Siapa Eddy Wijaya Sebenarnya, Begini Profilnya
Sosok Eddy Wijaya adalah seorang podcaster kelahiran 17 Agustus 1972. Melalui akun YouTube @EdShareOn, Eddy mewawancarai banyak tokoh bangsa mulai dari pejabat negara, pakar hukum, pakar politik, politisi nasional, hingga selebritas Tanah Air. Pria dengan khas lesung pipi bagian kanan tersebut juga seorang nasionalis yang merupakan aktivis perjuangan kalangan terdiskriminasi dan pemerhati sosial dengan membantu masyarakat lewat yayasan Wijaya Peduli Bangsa.
Ia juga aktif di bidang olahraga dengan menjabat Ketua HarianPersatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Pacu dan juga pernah menjabat Wakil Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Jakarta Timur. Gagasan-gagasannya terbentuk karena kerja kerasnya untuk mandiri sejak usia 13 tahun hingga sukses seperti sekarang. Bagi Eddy, dunia kerja tidak semulus yang dibayangkan, kegagalan dan penolakan menjadi hal biasa. Hal itulah yang membuatnya memegang teguh tagline “Sukses itu hanya masalah waktu yang tertunda.” (ADV)