Realisasi Anggaran Subsidi Energi Lebih dari Target APBN 2024
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan hingga akhir 2024 realisasi subsidi dan kompensasi energi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), LPG, Listrik mencapai Rp386,9 triliun.
Angka ini naik 51,95 persen jika dibandingkan dengan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp185,9 triliun.
Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara menjelaskan, realisasi tersebut terdiri dari solar mencapai Rp89,7 triliun, dengan total penerima manfaat lebih dari 4 juta kendaraan.
“Harga solar seharusnya Rp 11.950 per liter. Namun yang dibayar masyarakat hanya Rp6.800 per liter. Selisih Rp5.150 per liter ini ditanggung oleh APBN,” tuturnya dalam konferensi pers APBN KiTa, pada Senin, 6 Januari.
Selanjutnya subsidi Pertalite mencapai Rp56,1 triliun, yang diserap oleh 157,4 juta kendaraan. Dimana harga seharusnya Rp11.700, sementara masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter. Sehingga untuk pertalite APBN menanggung sebesar Rp1.700 per liter.
Kemudian, untuk minyak tanah realisasinya mencapai Rp4,5 triliun yang terserap oleh 1,8 juta rumah tangga. Dimana untuk harga minyak tanah seharusnya Rp11.150 per liter harga dan masyarakat hanya membayar Rp2.500. sehingga selisih yang ditanggung APBN sebesar Rp8.650.
Sedangkan, realisasi subsidi LPG 3 kg mencapai Rp80,2 triliun yang diserap oleh 40,3 juta pelanggan dan subsidi yang ditanggung pemerintah untuk LPG 3 kg mencapai Rp30.000 per tabung dimana harga sesungguhnya satu tabung LPG 3 kg sebesar Rp42.750 per tabung namun harga yang dibayar masyarakat adalah Rp12.750 ribu per tabung.
Adapun, untuk listrik bersubsidi menjangkau sekitar 90,9 juta pelanggan dengan total subsidi sebesar Rp156,4 triliun. Dimana, listrik rumah tangga 900 VA subsidi harga seharusnya Rp1.800/KWH, setelah ditanggung APBN menjadi Rp600/KWH. Sedangkan untuk listrik 900 VA non subsidi harga seharusnya Rp1.800/KWH, setelah ditanggung pemerintah menjadi Rp1.400/KWH.
"Ini dibayarin oleh negara, karena ada selisih harga seharusnya dengan yang dibayar masyarakat," katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memperkirakan belanja subsidi energi akan mengalami kenaikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Hal ini karena beberapa parameter perubahan mulai dari naiknya harga minyak dunia, lifting minyak hingga turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Subsidi energi dalam hal ini diperkirakan akan mengalami kenaikan dengan beberapa parameter perubahan yaitu harga minyak, maupun dari sisi lifting dan nilai tukar," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI, Senin, 8 Juli.
Baca juga:
Di sisi lain, Sri Mulyani menyampaikan pemerintah terus menahan untuk tidak menaikkan harga BBM dan listrik ketika harga minyak dunia naik dan nilai tukar rupiah turun demi menjaga daya beli masyarakat sehingga, APBN harus menanggung selisih harga ke PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
"Sampai hari ini masyarakat masih menikmati harga subsidi yang relatif stabil, meskipun terjadi perubahan parameter. Ini menyebabkan APBN yang harus mengemban bebannya," ungkapnya.