Bagikan:

JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan anggaran subsidi energi pada tahun 2024 akan berkisar Rp200 triliun hingga Rp220 triliun. Angka tersebut melonjak jika dibandingkan dari tahun 2023 yang sebesar Rp164,29 triliun.

"Anggaran subsidi energi pada tahun 2024 ini diperkirakan akan berkisar Rp200 triliun hingga Rp220 triliun," jelasnya kepada VOI, Jumat, 28 Juni.

Josua menyampaikan perkiraan anggaran subsidi di 2024 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja subsidi energi pada tahun 2023 yang sebesar Rp164,29 triliun yang mencakup subsidi BBM, LPG 3 kg dan listrik.

"Realisasi pembayaran Subsidi Energi tersebut untuk penyaluran BBM bersubsidi 16.504,53 ribu KL, LPG Tabung 3 Kg 7,73 juta MT, pelanggan listrik bersubsidi sejumlah 39,96 juta pelanggan, dan volume konsumsi listrik bersubsidi sebesar 64,46 TWh," ujarnya.

Menurut Josua perkiraan anggaran subsidi di 2024 yang akan berkisar Rp200 triliun hingga Rp220 triliun turut mempertimbangkan peningkatan volume penyaluran energi yang disubsidi, perkembangan asumsi makro APBN 2024.

Selain itu, Josua mencontohkan seperti nilai tukar rupiah yang saat ini memiliki deviasi sekitar Rp891 per dolar AS dari asumsi Rp15.000 per dolar AS meskipun asumsi harga Indonesian Crude Price(ICP) masih cenderung inline dengan asumsi 82 dolar AS per barrel.

Sebagai informasi, berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) realisasi belanja subsidi energi hingga Mei 2024 mencapai Rp56,9 triliun meningkat jika dibandingkan dengan posisi Mei 2023 yang tercatat Rp54,24 triliun.

Adapun, realisasi subsidi energi hingga Mei 2024 ini terdiri dari Bahan Bakar Minyak (BBM) mencapai 5,57 juta kiloliter, atau turun 1 persen jika dibandingkan dengan dari periode sama tahun lalu 5,63 juta kilo liter.

Kemudian, untuk belanja subsidi LPG 3 kg realisasinya mencapai 2,7 juta metrik ton atau tumbuh 1,9 persen dari periode sama tahun lalu sebesar 2,6 juta metrik ton. sementara, subsidi listrik mencapai 40,4 juta pelanggan atau meningkat 3,1 persen dari periode sama tahun lalu sebesar 39,2 juta pelanggan.

Adapun, belanja subsidi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan asumsi makro seperti harga minyak mentah dan nilai tukar, dan volume penyaluran barang bersubsidi.