Hikikomori: Fenomena yang Membuat Anak Muda Jepang Mengisolasi Diri di Rumah

JAKARTA - Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian. Manusia membutuhkan orang lain dan selalu memiliki hubungan timbal balik dengan manusia lain. Hubungannya bisa apapun, anak kepada orang tua, hubungan percintaan, pertemanan, juga pekerjaan. 

Meski mungkin Anda pernah mengalami situasi kurang menyenangkan hingga ingin sendirian, kebanyakan kondisi ini tidak bertahan lama karena lagi-lagi, selalu ada alasan untuk terhubung dengan orang lain. Entah itu bercerita pada teman, bersenang-senang dengan sahabat, meminta bantuan pada ahli kesehatan, dan sebagainya. 

Namun, sebenarnya ada juga sekelompok orang yang menarik diri dari kehidupan sosial. Fenomena ini benar-benar terjadi di kalangan remaja dan dewasa muda di Jepang. Kondisi ini acap kali disebut dengan hikikomori. 

Hikikomori merujuk pada orang-orang yang dengan tegas menolak untuk keluar rumah dan memilih mengisolasi diri dari kehidupan di luar dengan manusia lain. Satu periode mengurung diri ini bisa berlangsung lebih dari enam bulan. Bisa dibayangkan bagaimana hanya diam di rumah, tapi bukan anjuran lockdown atau kampanye stay at home? 

Orang yang bisa “didiagnosis” sebagai hikikomori bila ia menghabiskan sebagian besar waktu di dalam rumah hampir setiap hari, menghindari situasi sosial, tidak mengalami gangguan mental, dan menghindari kegiatan rutin, bahkan mereka tidak sekolah, bekerja, dan melakukan kegiatan sosial sedikitnya enam bulan lamanya. Bahkan jika sudah parah, ada juga yang sampai bertahun-tahun.

Fenomena ini jelas tidak bisa dianggap sepele. Sebab menurut penelitian NHK, penduduk hikikomori di Jepang pada tahun 2005 mencapai lebih dari 1,6 juta orang. Bila dihitung dengan yang semi-hikikomori (orang yang jarang keluar rumah), jumlahnya bahkan mencapai 3 juta orang. 

Orang-orang yang termasuk dalam hikikomori ini kebanyakan berusia 20 tahunan, jumlah pria rasionya enam kali lebih tinggi, dan tidak ada hubungannya dengan keluarga berkecukupan atau tidak berkecukupan secara ekonomi. Bahkan, kebanyakan berasal dari keluarga yang orang tuanya berpendidikan tinggi. 

Kenapa orang bisa melakukan hal seperti ini? Sebenarnya dari hasil penelitian pun kurang jelas. Seolah tidak ada alasan khusus. Beberapa orang menarik diri karena merasa tidak tahu harus melakukan apa dengan hidupnya. Sebagian lagi merasa tidak bisa mengatasi tekanan dari orang sekitar. Ada pula yang marah, bingung, dan malu dengan keadaan.