Memori MUI Bantah Usulkan Hukum Potong Tangan Koruptor
JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 3 Januari 2019, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bantah mengusulkan hukum potong tangan kepada koruptor ke dalam hukum positif. MUI sendiri tak pernah membuat draf atau meneliti lebih lanjut terkait hukum potong tangan.
Sebelumnya,Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2015-2020, Tengku Zulkarnain kerap mengusulkan hukum potong tangan kepada koruptor. Ia mengusul pemerintah menggunakan hukum itu supaya koruptor jera.
Upaya merumuskan hukuman untuk pejabat yang gorong duit rakyat kerap jadi perdebatan. Beberapa ahli hukum menganggap hukuman yang tepat bagi koruptor adalah hukuman mati. Ada pula yang menganggap hukuman yang paling tepat adalah memiskin koruptor.
Usul itu tercetus karena muncul anggapan bahwa koruptor lebih takut miskin daripada mati. Perbedatan terus berlanjut. Pro dan kontra muncul. Masalahnya hukum tiada yang berubah. Hukuman terhadap koruptor masih dengan cara lama: dipenjara.
Hukuman yang diberikan kadang kala rendah. Padahal, korupsi yang dilakukannya bejibun dan merugikan seisi Nusantara. Kondisi itu membuat banyak pihak prihatin dengan korupnya pejabat negara. Banyak pula yang geram.
Baca juga:
- Kereta Kuda Kena Pajak Barang Mewah Era VOC
- Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII Tawarkan Yogyakarta jadi Ibu Kota Indonesia dalam Sejarah Hari Ini, 2 Januari 1946
- Memori Hari Ini, 1 Januari 2019: Prabowo - Sandi Tegaskan Tahun Baru Ajang Kebangkitan Kembali
- Tragedi Tahun Baru Berdarah Istanbul: Serangan Teroris Berkostum Sinterklas di Klub Malam Turki
Kegeraman itu disampaikan langsung oleh Tengku Zul. Petinggi MUI itu menganggap koruptor sudah berlebihan. Indonesia sudah berkali-kali rugi karena koruptor. Uang negara dirampas. Pemerintah pun mengeluarkan biaya ekstra untuk mengejar dan menggelar sidang koruptor.
Hasilnya, mereka yang terbukti akan di penjara. Posisi koruptor di penjara pun tetap untung. Merkea mendapatkan makan tiga kali sehari. Negera jadi rugi berkali-kali. Ia pun mengusulkan kepada pemerintahan Jokowi untuk menerapkan hukum potong tangan ke dalam hukum positif.
“Saya dengan kawan-kawan sudah menggodok bahwa kami akan mengajukan permohonan para maling dan koruptor yang terbukti, baik dengan bukti dan saksi tidak perlu dipenjara melainkan dipotong saja tangannya. Usulan ini akan disampaikan setelah pemilu 2019,” kata Tengku Zul kala acara Zikir Nasional di Masjid At Tin, Jakarta Timur, 31 Desember 2018.
Tengku Zul pun tak hanya mengungkap ide potong tangan koruptor dalam tiap ceramahnya. Ia juga kadang mengungkap hal itu dalam cuitannya di media sosial. Alhasil, publik jadi menyakini ide yang dibawa Tengku Zul adalah murni usulan dari MUI sendiri.
Namun, MUI tak mengakui bahwa mereka punya usulan potong tangan koruptor ke dalam hukum positif pada 3 Januari 2019. MUI sendiri tak ada rencana, bahkan tak memiliki draf terkait ajukan hukum potong tangan.
MUI juga menegaskan bahwa ceramah yang diberikan Tengku Zul bukan kapasitasnya sebagai bagian dari MUI. Tengku Zul dianggap MUI cuma membawa dirinya sebagai penceramah yang tak mewakili apa-apa.
"MUI tidak pernah mengusulkan atau membuat draf untuk hukuman potong tangan kepada koruptor. Jadi MUI belum pernah secara kelembagaan, secara organisasi untuk mengusulkan hukum potong tangan untuk koruptor atau pencuri," tegas Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis dikutip laman liputan6.com, 3 Januari 2019.