Ternyata, Tidur dan Mimpi Indah Berkaitan dengan Ketenangan Pikiran

JAKARTA – Banyak studi yang mendalami tentang mimpi. Banyak pula pertanyaan berjajar mengenai darimana datangnya mimpi indah dan bagaimana bisa dihantui mimpi buruk. Dalam studi psikologi, mimpi sering dikenal sebagai salah satu tema yang diusung oleh Sigmund Freud.

Teori demi teori berkembang dan torehan pikiran Freud jadi rujukan utama. Ini tak membatasi perkembangan penelusuran ilmiah mengenai mimpi. Budaya kuno sering mengaitkan mimpi dengan hal-hal mistis. Katanya, mimpi adalah cara berkomunikasi dengan yang bersifat ilahi.

Pada abad ke-19 dan 20 penyelidikan mimpi semakin mendalam lewat kerangka studi psikoanalisis. Sebelumnya, Plato dan Aristoteles juga menafsir mimpi sebagai ekspresi bawah sadar. Psikoanalisis menggagas mimpi adalah medan pertarungan antara keinginan yang tidak disadari dan tidak terpenuhi.

Michael J. Breus, Ph.D., penulis Beauty Sleep dan psikolog klinis menunjukkan dalam sebuah penelitian tentang bagaimana mimpi buruk berhubungan dengan pengalaman hidup saat bangun. Pengalaman stres, trauma, dan ketakutan memengaruhinya.

Dilansir dari Gizmodo, Kamis, 15 April, Staley Krippner, psikolog di Universitas Saybrook, California, mengatakan bahwa fungsi mimpi bersifat adaptif.

“Saat Anda merasa bahagia di siang hari, Anda memiliki mimpi indah di malam hari,” jelas Krippner.

Mengingat-ingat peristiwa yang membuat pikiran Anda tenang, juga menjadi satu cara untuk mendapatkan mimpi indah berdasarkan penelitian Krippner.

Mimpi berkaitan erat dengan kerja otak sebelum dan selama tertidur. Otak telah menyimpan ingatan dan pembelajaran yang merupakan modal untuk menghadapi ‘bahaya’ di kehidupan nyata. Mimpi juga berkaitan dengan kesehatan mental.

Orang-orang yang mengalami kecemasan dan depresi, lebih sering mengalami mimpi buruk dalam tidurnya. Ini dibuktikan dalam penelitian yang melibatkan 47 partisipan. Partisipan diminta untuk menulis diari atau jurnal mimpi setiap harinya selama tiga minggu.

Mereka diminta secara detil mencatat peristiwa dalam mimpi setelah bangun tidur. Dari hasil jurnal mimpi partisipan, dikelompokkan menjadi dua yaitu emosi positif dan negatif. Emosi positif antara lain hiburan, rasa syukur, dan cinta. Sedangkan emosi negatif antara lain cemoohan, jijik, dan kebencian.

Sebelum menuliskan buku harian berisi mimpi-mimpinya, penelitian ini meminta partisipan untuk menjawab kuesioner. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan terkait kecemasan, depresi, dan kepuasan.

Penelitian lain menemukan 80 persen orang dengan gangguan stres pascatrauma mengalami mimpi buruk terkait trauma mereka. Sedangkan orang yang memiliki kecemasan juga mengalami mimpi yang tidak menyengkan.

Sebagai pertanyaan penutup, bagaimana cara Anda mendapatkan ketenangan pikir dan sehat fisik serta mental sehingga bermimpi indah saat tidur?