Langkah SBY Daftarkan Merek Demokrat Secara Pribadi Dinilai Keliru
JAKARTA - Langkah Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mendaftarkan Demokrat sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas nama pribadi dinilai keliru. Sebab, berdirinya partai politik sebagai sebuah organisasi massa 'politik' adalah milik bersama.
"Agak keliru mendaftarkan HAKI sebuah parpol atas nama pribadi, karena sejatinya parpol adalah milik bersama. Walaupun seluruh biaya dalam mendirikan parpol tersebut oleh seorang individu. Karena parpol bukan lah sebuah perusahaan pribadi atau keluarga," ujar pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad kepada VOI, Kamis, 15 April.
Menurutnya, ada pergeseran nuansa perpolitikan nasional pasca reformasi, dimana sebuah parpol dijadikan seperti milik pribadi atau keluarga. Sehingga terjadinya dinasti dalam sebuah parpol.
"Realitas semacam ini tidak sehat. Sehingga sebuah parpol sangat identik dan bergantung dengan figur tertentu seperti Demokrat 'SBY, PDIP 'Megawati', Gerindra 'Prabowo', Nasdem 'Surya Paloh', Perindo 'Hary Tanoe', dan lainnya," jelas Andriadi.
Semestinya, lanjut Andriadi, parpol modern masa depan adalah parpol yang tidak bergantung dengan figur kepemimpinan tertentu, akan tetapi terjadinya kepemimpinan yang kolektif kolegial. Artinya seorang nakhoda parpol hanya menjadi panglima dalam menjalankan roda kepartaian. Sedangkan kaderisasi dan mesin parpol akan terus berputar.
"Pada akhirnya, siapa pun yang memimpin parpol tidak mempengaruhi perjalanan parpol ke depan. Berbeda ketika figuritas melekat pada suatu parpol, besar kemungkinan jika seorang figuritas sudah tidak ada, bisa jadi denyut nadi parpol juga akan menurun bahkan terhenti," jelasnya.
"Contoh real adalah PBB, ketika figuritas Yusril Ihza Mahendra kehilangan pamor, maka dengan sendirinya PBB menghilang dari parlemen (tidak lolos PT sejak pemilu 2009, red). Begitu juga Hanura ketika Wiranto tidak lagi menahkodainya, maka saat ini Hanura sudah terpental dari parlemen," katanya menambahkan.
Baca juga:
- Berkas Dilimpahkan, Edhy Prabowo Segera Disidang Kasus Suap Izin Ekspor Benur
- 174 Lapak di Pasar Kambing Tanah Abang Ludes Terbakar, Kerugian Capai Rp1 Miliar
- Kasus Dokumen Palsu yang Dibawa Saksi Denny Indrayana di Sidang MK Naik ke Penyidikan
- Mudik 2021 Dilarang, yang Boleh Bepergian Harus Kantongi Surat Izin Keluar Masuk
Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Political Communication Studies and Research Centre) menilai, sebetulnya kasus Partai Demokrat hari ini adalah 'warning' bagi parpol yang mengandalkan figuritas tokoh tertentu. Sebab sewaktu-waktu akan collapse seiring tenggelamnya figuritas tokoh yang melekat pada parpol tersebut.
"Suka tidak suka, enak enggak enak saya berasumsi bahwa PKS adalah salah satu contoh parpol modern yang tidak bergantung pada figur tokoh tertentu. Dimana kaderisasi dan mesin parpol berjalan dengan baik," tandas Andriadi Achmad.
Diketahui, Presiden keenam RI sekaligus pendiri Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendaftarkan merek Partai Demokrat atas nama pribadi.
Pendaftaran atau pengajuan merek Partai Demokrat sebagai hak kekayaan intelektual oleh SBY ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham diketahui pada tanggal 18 Maret 2021 secara daring (online).
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) membenarkan kabar bahwa SBY mendaftarkan merek Partai Demokrat secara pribadi.
Namun Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham Freddy Harris menyatakan kemungkinan besar akan menolak pengajuan merek Partai Demokrat sebagai hak kekayaan intelektual yang diajukan oleh SBY yang kini menjabat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.
"Karena di sini ada Partai Demokrat yang telah mendaftarkan dengan logo yang sama, harusnya ditolak," kata Freddy dikutip dari Antara, Senin, 12 April.
Apalagi, kata Freddy, Partai Demokrat sudah memiliki hak merek atas nama partai dan namanya persis seperti yang diajukan oleh SBY saat ini.