Habiburokhman: 7 Fraksi di Komisi III DPR Tolak Usul PDIP Polri Kembali di Bawah Kemendagri
JAKARTA - Ketua Komisi III DPR Habiburokhman merespons usulan anggota DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Yevry Sitorus agar institusi Polri kembali berada di bawah kendali Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Habiburokhman menyebut sebanyak 7 dari 8 fraksi di Komisi III DPR menolak usulan PDIP untuk mengembalikan Polri agar berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Sudah fix ya, sudah mayoritas fraksi yang di Komisi III menyampaikan, 7 dari 8 fraksi mengatakan tidak sepakat dengan usulan tersebut," ujar Habiburokhman, Senin, 2 Desember.
Sebelumnya, Deddy Yevry Sitorus mengusulkan agar Polri kembali di bawah kendali TNI atau Kemendagri sebagai respons atas hasil Pilkada serentak 2024 di sejumlah wilayah yang diindikasi adanya pengerahan aparat kepolisian.
"Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Polri kembali di bawah kendali Panglima TNI atau agar Polri dikembalikan ke bawah Kemendagri," kata Deddy di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis, 28 November.
Deddy menjelaskan, alasan partainya mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kemendagri lantaran saat ini banyak masalah di internal Polri. Utamanya, Polri cawe-cawe di bidang politik.
Padahal, kata dia, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000 agar Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai, bisa mandiri dalam melayani masyarakat.
"Tapi yang kita alami selama ini institusi Polri tidak saja di bidang politik, tapi hal-hal yang terkait dengan institusinya sendiri dan pelayanan pengayoman terhadap masyarakat mengalami degradasi luar biasa," kata Deddy.
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya telah merespons usulan Polri di bawah kementeriannya. Bima menilai, dalam aturan sudah jelas bahwa Polri berada di bawah Presiden Republik Indonesia.
“Iya undang-undangnya kan mengatur bahwa kepolisian itu ada langsung di bawah Bapak Presiden,” kata Bima Arya di kompleks Istana Kepresidenan pada Senin, 2 Desember.
Bima mengatakan, jika ada perubahan posisi institusi Polri, maka perlu ada proses politik di DPR sebagai lembaga legislatif. Sehingga, menurutnya, perlu ada kajian dan dipertimbangkan juga semuanya.
“Kalau ada perubahan, pasti akan ada proses politik dulu di DPR dan tentu harus melalui kajian, dipertimbangkan seperti apa,” katanya.
Bima Arya menerangkan setiap perubahan itu akan berdampak kepada keuangan negara dan koordinasi antarlembaga atau kementerian. Dengan demikian, kata dia, perlu dipertimbangkan secara matang.
“Jadi pasti harus dipertimbangkan masak-masak semuanya,” ucapnya.