Analisis Netray: PPN Naik jadi 12 Persen Picu Gelombang Penolakan di Media Sosial X
JAKARTA – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa Pajak Pertambahan Nilai atau PPN naik menjadi 12 persen mulai tahun depan memantik kegaduhan di kalangan masyarakat. Sebagian besar warganet memprotes keputusan tersebut.
Sejak 1983, PPN selalu berada di angka 10 persen. Namun demi menggenjot pendapatan negara agar lebih maksimal dan ekonomi lebih stabil seusai pandemi COVID-19, pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam beleid itu, ditetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.
Rencana kenaikan PPN ini menuai berbagai penolakan dari masyarakat, hingga permintaan untuk membatalkan kebijakan tersebut. Opini masyarakat banyak dituangkan dalam media sosial seperti yang ditelisik Netray Media Monitoring dari media sosial X. Pemantauan topik ini diterapkan selama periode 14 November hingga 24 November 2024.
Ramai-ramai Tolak Kenaikan PPN
Pantauan Netray menemukan sebanyak 38 ribu unggahan warganet membahas topik kenaikan PPN 12 persen di media sosial X. perbincangan warganet didominasi oleh sentimen negatif sebanyak 48,4 ribu, sedangkan sentimen positif hanya 1,9 ribu unggahan. Total unggahan tersebut berasal dari 11,6 ribu akun X.
“Topik kenaikan PPN ini berhasil memperoleh 262,9 ribu impresi berupa replies, likes, dan repost. Bahkan dari total unggahan yang ada dapat menjangkau hingga ke 140,3 juta akun,” demikian laporan Netray.
Sebenarnya warganet belum terlalu ramai membahas kenaikan PPN ini setelah Menkeu Sri Mulyani menyampaikan rencana tersebut dalam Rapat Kerja Kerja Komisi XI. Namun percakapan topik ini terus menanjak dan puncaknya terjadi pada 22 November sebanyak kurang lebih 18 ribu unggahan muncul membahas kenaikan PPN 12 persen.
Baca juga:
Setelahnya perbincangan sedikit menurun namun tetap dalam angka ribuan. Hingga pada akhir periode pemantauan pada tanggal 24 November unggahan X masih menyentuh angka 6.700.
Selain itu, Netray juga menggunakan fitur top words atau kata-kata populer untuk melihat apa saja yang diperbincangkan warganet. Dari sana terlihat jelas penolakan terhadap aturan ini sangat tajam ketika kata tolak, menolak, dan tolakppn12persen muncul cukup menonjol dalam jajaran kata populer.
Akun @pakmul163 misalnya, yang meminta pemerintah menunda pelaksanaan kebijakan ini karena keadaan ekonomi Indonesia yang sedang melemah, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di mana-mana, pekerjaan sektor formal pun menyusut.
Sedangkan akun @pugutrigi8 juga menentang keras kebijakan ini. Ia justru ingin memboikot kebijakan ini, karena merasa diakali oleh negara di saat harga-harga mulai naik, begitu juga inflasi semakin meninggi, dan daya beli masyarakat menjadi turun.
Di sisi lain, tax amnesty atau pengampunan pajak juga banyak menjadi pembahasan warganet X. Ini terlihat dari kata amnesty dan pengampunan yang masuk dalam jajaran top words. Kabarnya tax amnesty jilid III akan dibahas tahun 2025. Hal ini terkait dengan kabar bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak resmi masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025.
Salah satu kemarahan warganet terungkap dalam akun @secr3thm4nz56 terkait rencana pajak pengampunan ini. ia mempertanyakan hati nurani pemerintah saat rakyat kecil diberi kenaikan pajak dan rakyat borjuis malah mendapat pengampunan pajak.
Respons Positif Kenaikan PPN
Sementara itu, warganet juga kompak menyebarkan gambar garuda biru dengan berbagai tulisan, seperti Menarik pajak tanpa timbal balik rakyat untuk rakyat adalah adalah sebuah kejahatan” dan “jangan kebiasaan malakin rakyat”. Deretan visual viral ini terangkum di grafik Popular Media Netray dan mengingatkan kita pada protes “Peringatan Darurat” beberapa waktu silam.
Di tengah gelombang protes hampir semua masyarakat, nyatanya ada segelintir warganet yang berpikir positif dari kenaikan PPN ini. akun @RenyAksa_ contohnya, yang bahwa saat PPN naik, pelayanan umum harus lebih diperbaiki dan ditingkatkan oleh pemerintah agar kepercayaan masyarakat meningkat. Atau @Paradox_Buzz mengatakan bahwa kenaikan ini mengajarkan untuk hidup sederhana dan memungkinkan kita lebih dekat dengan Tuhan.
Selain itu, ajakan untuk menerapkan hidup frugal living juga ramai dibahas di medsos, seperti tertuang dalam akun @uberfunk. Akun tersebut mengajak kelas menengah untuk beralih ke sektor yang tidak memungut PPN 12 persen. Seperti mulai makan di warteg, belanja di pasar tradisional, tidak membeli baju baru, memperbaiki barang yang rusak sendiri. Serta meminimalisasi segala konsumsi yang terkena PPN 12 persen.
Wacana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen ini mendapat respons yang didominasi oleh sentimen negatif. Banyak masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke bawah, merasa khawatir terhadap dampak kebijakan tersebut. Seperti penurunan daya beli, hingga ancaman stabilitas pekerjaan.
“Tagar seperti #tolakPPN12persen mencerminkan penolakan yang sangat luas. Namun di sisi lain warganet yang menanggapi positif mengajak kita lebih berhemat dan beralih ke sektor yang tidak terkena PPN,” demikian ditulis Netray.
Dengan adanya pro kontra ini pemerintah perlu lebih berhati-hati dalam melaksanakan kebijakan ini ke depannya dan melakukan komunikasi yang tepat kepada masyarakat.