Ketika Pilkada Jakarta Tak Bisa Lepas dari Bayang-bayang Anies Baswedan
JAKARTA – Pasangan Pramono Anung-Rano Karno berhasil menggulingkan Ridwan Kamil-Suswono di Pilkada Jakarta 2024 yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
Berdasarkan quick count atau hitung cepat sejumlah lembaga survei, kandidat PDI Pejuangan ini memperoleh 50 persen. Jika hasil ini sesuai dengan perhitungan Komisi Pemilihan Umum pada 16 Desember 024, maka Pramono dipastikan menjadi Gubernur Jakarta periode 20024-2029.
Dukungan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Ketujuh Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kepada Ridwan Kamil malah tidak berhasil merebut hati warga Jakarta.
Sejumlah pengamat menilai sosok Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sukses mengatrol suara untuk Pramono-Rano Karno. Sedangkan untuk Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat ini dianggap melakukan sejumlah blunder menjelang pemilihan.
Jakarta, menjadi satu-satunya wilayah yang berhasil merontokkan dominasi KIM Plus. Di wilayah lainnya seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, bahkan Banten berhasil dimenangkan oleh pasangan yang didukung koalisi gemuk.
Berawal dari Putusan MK
Salah satu lembaga survei, Voxpol Center mencatat paslon nomor urut satu Pramono-Bang Doel mendapatkan perolehan suara sebanyak 50,1 persen, Ridwan Kamil-Suswono 39,37 persen, dan paslon Dharma-Kun mengantongi suara sementara 10,52 persen.
Rontoknya suara dukungan untuk RK-Suswono tak lepas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah.
Di awal sebelum lahirnya keputusan MK yang mengabulkan permohonan persyaratan dibawah 20 persen, kehadiran Ridwan seolah tak tertandingi bahkan dikhawatirkan melawan kotak kosong.
Namun, ini berubah setelah putusan MK mengabulkan persyaratan dibawah 20 persen. PDIP semula akan menurunkan Andika Perkasa atau Anies Baswedan, lalu memutuskan Pramono Anung-Rano Karno.
Di awal kemunculannya, pasangan ini cenderung belum bisa mengimbangi keperkasaan RIDO yang didukung KIM Plus. Namun seiring berjalannya waktu bahkan injure time menjelang pencoblosan, elektabilitas RIDO cenderung turun dan dibarengi naiknya elektabilitas Pramono- Bang Doel.
Direktur Eksekutif Political Communication Studies and Research Centre (PolCom SRC) Andriadi Achmad menyebut ada beberapa faktor penyebabnya. Pertama, RK terlalu identik dengan Jawa Barat. Sulit untuk membranding RK keluar dari Jawa Barat. Pemilih Jawa Barat dan Jakarta berbeda.
“Walaupun di dukung KIM Plus, bahkan Jokowi turut cawa-cawe tetap tidak bisa mengangkat elektablitas RIDO,” kata Andriadi saat dihubungi VOI.
“Kedua, injure time dukungan Anies Baswedan cukup memberikan dampak elektoral. Sebetulnya rakyat Jakarta menginginkan Anies berlayar di Jakarta. Tapi tidak kesampaian, anak abah atau pendukung Anies di Jakarta akan mengikuti arahan Anies Baswedan,” imbuhnya.
Baca juga:
- Anies Baswedan vs Joko Widodo di Pilkada Jakarta 2024: Siapa Lebih Tangguh?
- Standar Hidup Layak Versi BPS Rp1,02 Juta Per Bulan, Rakyat Bisa Apa?
- Menuntut Persamaan Hak Guru Madrasah yang Sering Dianggap Anak Tiri
- PPDB Sistem Zonasi Ingin Dihapus: Solusi atau Justru Tambah Masalah Baru dalam Pendidikan di Indonesia?
Anies dikenal memiliki basis pendukung yang kuat di Jakarta. Bahkan saat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 belum lama ini, wilayah di mana Anies kalah suara dibandingkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, suara pria kelahiran Kuningan ini masih bisa menempel ketat Prabowo di Jakarta.
Buktinya, Anies yang waktu Pilpres 2024 didukung PKS, PKB, dan Nasdem, memperoleh 41,07 persen suara. Ia hanya kalah tipis dari Prabowo-Gibran yang meraup 41,67 persen di ibu kota.
Blunder RIDO
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah membenarkan bahwa Anies punya faktor penting dalam Pilkada Jakarta.
"Jakarta sejak Pilpres sudah menjadi basis Anies, di sisi lain ketokohan kandidat juga alami penolakan, ini secara kolektif membuat Ridwan Kamil atau Jokowi alami kekalahan," tutur Dedi kepada VOI.
"Jika membaca tren elektabilitas sebelum pemilihan, hingga pascahitung cepat dan exit poll, peluang Pilgub Jakarta satu putaran cukup besar, dan Pramono yang keluar sebagai pemenang," lanjut dia.
Selain faktor Anies yang berimbas pada melonjaknya suara Pramono-Bang Doel, Dedi Kurnia Syah juga menganggap pasangan Ridwan Kamil-Suswono gagal menawarkan hal baru dari segi rencana kerja sehingga berimbas pada simpati publik yang minim.
"Sementara Pramono membawa pesan perlawanan pada dominasi Jokowi, ini cukup berhasil. Sisi lain, Pramono dan Rano tidak alami masalah dalam propaganda, tidak blunder," Dedi.
Di masa kampanye, paslon RIDO beberapa kali melakukan blunder, di antaranya pernyataan Suswono tentang “janda kaya dan pemuda pengangguran”. Pernyataan ini kata Direktur Eksekutif Para Syndicate, Virdika Rizky Utama justru menggerus simpati masyarakat.
“Pernyataan itu cukup fatal karena orang (di Jakarta) rata-rata melek pendidikan. Di Jakarta, berbicara kesetaraan juga masih peka,” kata Virdika.
Tak hanya itu, sikap RK yang seolah-olah mendukung klub sepak bola Jakarta, Persija, juga justru gagal meraih simpati The Jakmania. Karena hampir semua orang tahu, Ridwan Kamil adalah pendukung setia Persib Bandung, yang jelas-jelas rival abadi Persib Bandung.
Menurut Virdika, mantan Gubernur Jabar itu seharusnya tidak perlu mencari simpati The Jakmania dengan mendukung Persija. Ridwan seharusnya cukup berbicara mengenai peningkatan fasilitas stadion, seperti Jakarta International Stadium (JIS).
“Jadinya dianggap munafik. Disebut memanfaatkan The Jakmania untuk kepentingan elektoral,” pungkasnya.